Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Manisnya Yogyakarta

Manisnya Yogyakarta

Sore itu sangat indah, saat aku duduk santai di teras rumah kostku. Aku duduk bersandar pada tiang teras sambil membaca buku. (yach, maklum lagi rajin belajar :D). Tiba-tiba ada mobil berhenti di depan rumah kost sebelah. Aku perhatikan dalam-dalalm siapa yang akan turun dari mobil itu, meskipun aku berpikir pasti mahasiswa baru yang akan kuliah di salah satu universitas ternama di Yogyakarta. Aku penasaran, sehingga kuperhatikan terus, mulai dari ujung kaki hingga ujung kepala. Ternyata dia seorang gadis, tidak cantik tapi manis, dan kelihatan tomboy. Dia mengenakan celana jeans warna biru dan tubuhnya dibalut dengan jaket warna hitam. Dia datang bersama dengan seorang bapak dan seorang ibu, "Itu pasti kedua orang tuanya." Pikirku dalam hati.

Setelah mereka masuk ke dalam rumah kost itu, aku melanjutkan membaca buku yang aku genggam. Aku tiba-tiba tak bisa untuk berkonsentrasi, pikiranku mengajak untuk melihat bayangan wajah gadis itu. "Aaach, kenapa aneh seperti ini? Perasaan di kampus tiap hari ku bareng sama cewek-cewek tapi gak seperti ini." Tanyaku dalam hati. Karena di teras aku tak bisa konsentrasi, akhirnya aku pindah ke kamar, mungkin di kamar aku lebih jernih pikirannya. Hampir dua jam aku membaca, tapi tak ada satupun yang masuk ke dalalm otakku hingga kutertidur.

"Tok..tok..tok..." terdengar sayup-sayup di telingaku ada yang mengetuk pintu kamarku.

"Ek, ikut main futsal gak?" terdengar suara Anton mengajakku untuk main futsal.

"Iya bentar, aku ikut," jawabku, seraya jalan untuk membuka pintu kamar.

"Masuk dulu sini, " ucapku pada Anton.

"Kenapa kau? tak bersemangat kali kelihatannya?" tanya Anton padaku.

"Pusing aku, tadi tertidur, hari ini ada rencana main ama club mana? sapa aja yang ikut?"

"Ya biasa anak-anak kampus" jawab Anton.

"OK. Aku mandi dulu bentar"

Sekitar jam delapan malam aku dan Anton pergi main futsal, yaaa, biasalah anak-anak mahasiswa yang jomblo, kalau lagi suntuk di kost-kostan pasti main futsal.

Setelah main futsal malamnya aku tertidur sangat lelap, bangun pagi dan seperti biasa pasti ke kampus. Aku sedang berjalan menuju ruangan dosen pembingbingku, tiba-tiba hatiku bergetar tak menentu, aku berhenti sejenak, dan akhirnya kulihat gadis itu lagi, dia seadang jalan menuju arah padaku. Aku berpapasan dengannya. "Owh..sungguh indah wajahmu," gumamku lirih.

Baca juga: Wajahmu

Diam-diam aku mengikutinya, ternyata dia mengambil fakultas sastra bahasa asing, "Wow, encer juga otaknya," pikirku.

Semenjak aku melihatnya, aku tak ingin ketinggalan dengan apa yang dia lakukan, meskipun dia belum mengenalku. Namunku sudah mulai mengenalnya, meski belum tahun siapa namanya, asalnya dari mana. Yang aku tahu dia hobby main basket, hingga aku pun ikut melihat permainannya. Sangat lihai dia, shootingnya sangat akurat.

"Woiii... ngapain kamu di sini?" sapa Anton sambil mengetuk pundakku dan membuatku kaget.

"Aah...kamu, Ton, bikin kaget aku aja, aku lagi lihat latihan basket, bagus juga ya tim basket kampus ini?" kilahku mencoba menutupi bahwa sesungguhnya aku sedang memperhatikan gadis itu.

"Sejak kapan kau suka pertandingan basket ?" tanya Anton terkejut mendengar penjelasanku.

"Lihat dulu dong, bagus itu, gak seperti tahun-tahun sebelumnya." jawabku meyakinkan Anton.

Akhirnya aku pulang dengan Anton, daripada ketahuan aku sedang memperhatikan seorang gadis yang sedang latihan basket, mending aku cari aman dulu. Dan di daloam batinku bertekad, aku harus kenalan dengan.

###

Sore yang cerah, aku mendekatinya setelah dia latihan basket, aku beranikan diri untuk menghampirinya. "Hai, permisi, boleh aku duduk di sini?" tanyaku sambil duduk di sampingnya dan memperhatikan seluruh wajahnya yang penuh dengan keringat. Ingin rasanya aku mengusap dengan sapu tanganku. Dia tersenyum manis seraya mengatakan, "Boleh, silakan duduk."

"Owh ya, boleh aku kenalan dengan kamu? Jujur saja aku sudah sering melihatmu karena rumah kostmu bersebelahan dengan rumah kostku." Tuturku meyakinkan dia.

"Boleh, namaku Nadya Puspitasari, dan kamu?" tanya dia, dan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan denganku.

"Aku Eka Prasetya, dan biasa dipanggil Eka, lalu apa panggilan namamu?" ucapku sambil melempar senyum yang manis padanya.

"Panggil saja aku Nadya, karena memang aku biasa dipanggil 'Nadya'," jawabnya ringan.

"Hmm... aku panggil kau dengan panggilan 'Dya', bagaiman? Kau setuju?"

Dia tersenyum, dia menyetujuinya, ternyata dia asyik juga untuk diajak ngobrol, hingga tanpa terasa waktu mulai senja.

###

Semenjak itu, aku sering pergi bersama, menemani dia bermain basket atau sebaliknya dia memberiku semangat saat aku bermain futsal bersama kawan-kawanku. Bahkan, kadang dia membantu mengerjakan skripsiku. Ya, lumayan ada penerjemah. Dan mungkin aku bisa selesai tahun ini, seharunya tahun lalu, tapi aku terpuruk karena aku dikhianati seorang cewek.

Kedekatan antara aku dengan Dya sudah menyebar di kampus. Ya biasalah ada yang suka dan ada yang mengatakan Dya hanya cari pamor. Karena kebetulan diriku ini ada darah ningrat dari Solo. Tetapi aku tak berpikir seperti itu, aku lihat Dya gadis yang baik, bahkan selama ini aku dengan dia tak pernah mengungkit pamor sedikitpun. Dan dia juga tak pernah meminta apapun kepadaku. Dan yang membuatku heran, orang yang tak setuju kedekatan ini adalah Sandra, mantan pacarku yang tahun lalu dia lebih memilih seorang pembalap bernama Rico. Namun, anehnya sekarang dia tak suka aku dekat dengan Dya. Bahkan Sandra berani menegur dengan kasar ke Dya.

"Heh! Kamu, anak baru udah mulai banyak tingkah." Bentak Sandra pada Dya. Dya yang tak tahu apa-apa hanya menghela nafas, dan mengucapkan, "Maksud mbak apa?" Dya bingung.

"Denger baik-baik, ya, aku tak suka kalau kamu dekat dengan Eka, dia milikku, dan jangan coba-coba mendekatinya." Ucap Sandra sambil mendorong Nadya, setelah itu Sandra pergi begitu saja. Dya merasa terluka, merasa dilecehkan tapi dia tak bisa berbuat apa-apa, dia hanya menangis dan untuk mengalihkannya dia bermain basket hingga malam.

Aku mengajaknya untuk pulang, tapi dia menolaknya, aku tawarkan softdrink juga tak mau. Dia malah menyuruhku untuk pulang sendiri. Dia mulai menjauhi diriku. Tapi aku tak bisa jauh darinya, sehari tak mendengar suaranya membuatku tak bersemangat.

"Sial, ini pasti ulah Sandra, maunya apa sich tu cewek?" umpatku dalam hati.

###

Esok harinya aku menemui Sandra, dan kebetulan dia sedang bersama pacar dan teman-temannya.

"Oi, Sandra! Maumu apa siih?" ucapku keras hingga mereka kaget.

"Hei, Byng, sabar dulu, ada apa ini?" bela pacarnya.

"Bilangin sama cewekmu itu ya, jangan ganggu hidupku lagi. Aku mau jalan sama siapapun itu hakku, dan sekali lagi aku melihat Nadya bersedih dan menjauh dariku, aku tak segan-segan untuk membuat kalian keluar dari kampus ini." Ucapku dengan emosi dan terpaksa menggunakan kekuasaan orang tuaku.

"Maksud kamu apa, Ek? Aku kan cuma nasehatin Nadya biar dia gak menggoda kamu terus-terusan, dan seharunya kamu bersyukur dia menjauh darimu, kamu gak dimanfaatin terus sama anak baru itu." Sanggah Sandra dengan alasan-alasannya.

"Denger ya Sandra, aku sama kamu udah putus, dan jangan sekali-kali kamu mengurusi aku dengan siapapun. Aku mau dekat dengan siapa bukan urusanmu, dan kamu harus tahu, aku sayang Nadya, jangan kau berani sedikitpun mengusik ketenangannya, DIA GADISKU!" paparku kepada Sandra, kemudian aku langsung pergi meninggalkan mereka. Terdengar Sandra dan Rico beradu mulut, ah tapi itu bukan urusanku, yang terpenting bagiku sekarang mengatakan cinta pada Nadya.

"Dya, aku mohon buka pintunya, " pintaku sambil mengetuk pintu kamarnya.

"Ada apa?" tanyanya singkat.

"Bisa kita keluar sebentar? ada sesuatu yang harus aku bicarakan dengan kamu." Ucapku bersandar pada pintu kamarnya, berharap Dya mau membuka pintu.

"Iya, tunggu bentar," mendengar jawaban itu aku merasa sangat bahagia.

Aku mengajak Dya jalan-jalan di bawah jembatan layang, memang tak ada yang bagus. Namun, di sini bisa berwisata kuliner khas Yogyakarta dan bisa duduk santai. Bukan maksud jalan-jalan tanpa modal dikit, tapi dipikir-pikir kuliner disini pun enak.

Dya masih murung saat kutanya makan apa, tapi akhirnya Dya memilih Kupat Tahu salah satu kuliner yang terkenal di wilayah ini, meskipun hidangan disajikan setelah menunggu hampir satu jam.

"Kamu mau bicara tentang apa? Katanya ada yang perlu dibicarakan," ucap Dya mencoba memecah keheningan yang terjadi antara kita berdua.

"Hmm, aku minta maaf atas sikap Sandra terhadap kamu, aku harap kamu tak menghiraukannya, " balasku.

"Gak apa-apa kok, udah sewajarnya dia begitu, karena dia takut kehilangan dirimu." Jelas Dya dengan lembut.

"Jangan salah paham, aku dulu emang pacaran sama dia, tapi aku udah putus sama dia setahun yang lalu, dia udah punya pacar lagi, namanya Rico." Paparku dengan cukup jelas. Dya tersenyum kecil setelah mendengar penjelasan dariku, mungkin dia lega atau mungkin dia juga senang, karena dilihat dari matanya, aku yakin dia pun jatuh cinta padaku.

Setelah makan, aku ajak dia jalan-jalan ke alun-alun kidul Yogyakarta, dan disitu ku ungkapkan semua rasa yang ada dalam hatiku.

"Aku mungkin sama sepertimu, tapi maaf, aku belum siap untuk menerimamu, karena, jujur aku masih butuh waktu untuk mengenalmu dan meyakinkan hatiku."

Dya menolak, tapi aku tak patah semangat, aku yakin masih ada harapan, karena dia cuma butuh waktu saja untuk meyakinkan hatinya.

"Iya, tak apa, aku mengerti kamu, Dya." Balasku dengan senyum kecil sedikit kecewa.

"Iya, thanks ya, dan biarkan dalam minggu ini aku untuk memikirkannya, karena aku juga tak mau kau menunggu jawaban terlalu lama."

Ye, dalam hatiku, aku yakin Dya juga mencintaiku, ah tak apa, cuma seminggu.

Aku dan Dya pun tertawa kecil bersama, aku cerita daerah/kota wisata di Yogya, bahkan aku menceritakan mitos Candi Prambanan, yang kalau datang ke candi itu bersama pacar pasti ujungnya akan putus. Mendengar cerita itu, Dya langsung tertawa, aku merasa senang melihat Dya ceria kembali seperti saat pertama ku mengenalnya.

"Owh ya, apa kau bisa datang di Pertandingan Futsal-ku?"

"Kapan? Dimana?" tanyanya.

"Hari minggu, di Gedung Futsal Kampus," jawabku, dan Dya menganggukan kepala.

###

Hari minggu pagi aku bersiap-siap untuk bermain futsal, dan aku pun mempunyai kejutan yang spesial, karena Dya akan menyaksikan pertandinganku. Mudah-mudahan aku menang. Pertadingan kali ini aku sangat bersemangat,  karena ada Dya yang memberi semangat, sehingga membuat mudah untuk memenangkan pertandingan ini bersama kawan-kawanku.

Saat penyerahan piala, aku berganti kaos, dan semua mata tertuju pada punggungku, dan bersorak ramai, karena kaosku bertuliskan,  "I LOVE YOU NADYA, aku akan menuggu cintamu sampai kapanpun."

Dya pun tersipu malu, tapi aku yakin dia juga mencintaiku, karena matanya begitu indah menatap mataku, matanya telah mengatakan bahwa dia juga mencintaiku.

Setelah usai penyerahan piala aku menghampiri Dya, masih menatapku terpaku. Aku mengajaknya liburan ke Pantai Kukup, aku ingin bersantai dengan dia. Disaksikan ombak yang berkejaran Dya mengiyakan untuk menjadi kekasihku. Ah, betapa bahagianya diriku. Dan aku berjanji, aku akan menjadikannya permaisuriku untuk yang pertama dan yang terakhir. Dya belahan jiwaku dan tak ingin kuberpisah dengannya. ^_^

Eri Udiyawati
Eri Udiyawati Hallo, saya Eri Udiyawati. Seorang Perempuan yang suka menulis dan traveling. Blogger asal Purbalingga, Jawa Tengah. Suka menulis berbagai topik atau bahkan mereview produk. Email : eri.udiyawati@gmail.com | Instagram: @eryudya | Twitter: @EryUdya

Post a Comment for "Manisnya Yogyakarta"