Terjebak Perangkap Cinta Palsu
Reva kaget ketika melihat Nila menangis menuju kamarnya. Segera Reva menyusul langkah Nila. Dilihatnya Nila sedang membaringkan tubuhnya yang mungil di kasur. Terdengar tangisnya yang lirih. Reva menghampiri sahabatnya itu. “Kenapa kamu, Nil..?” tanya Reva. Nila langsung saja memeluk tubuhnya. Tangisnya semakin deras, Reva mengerti perasaan sahabatnya.
Saat tangisnya reda, Nila mulai melepaskan pelukannya, matanya begitu sembap. “Ayo ceritakan kepadaku, Nil. Siapa sich yang tega buat sahabatku menangis seperti ini?” ucap Reva sambil menghapus air mata Nila.
“Dennis, Rev.. Dia mutusin aku begitu aja, padahal aku sudah sangat perhatian dan sayang ama dia. Namun, dia tak pernah mengerti aku.”
“Benarkan kataku dulu..? Dennis itu playboy. Dia hanya memanfaatkan kamu aja. Sekarang kamu percaya bahwa Dennis bukan sekedar playboy, tapi dia seorang penjajah! Penjajah perasaan cewek!” ucap Reva berkobar penuh amarah. “Tapi dia itu...” kilah Nila.
“Sudahlah Nil, lupakan dia, karena dia hanya akan membuatmu terluka.” pinta Reva. Reva memeluk sahabat satu rumah kostnya ini. Ia begitu kasihan kepada Nila, juga kepada cewek-cewek yang telah dipermainkan Dennis. Keluguan Nila pada dunia membuat ia terluka. Cinta adalah dunia asing yang baru dijamahnya.
Reva kenal siapa Dennis, tapi Dennis tak mengenalnya, meskipun satu atap SMA mereka tak saling kenal. Dan siapa tak kenal Dennis, kumbang berparas elok di sekolah itu. Sehingga bunga-bunga SMA berebut ingin dihinggapinya. Jadilah Dennis sebagai playboy tersohor. Puluhan cewek telah patah hati karenanya, namun inilah yang membuat Reva heran, masih saja banyak cewek yang ingin jadi pacar Dennis. Jelas-jelas nantinya mereka akan diputusin dan buat hati mereka sakit. “Mereka tak sadar bahwa hati mereka dipermainkan Dennis.” pikir Reva.
Baca juga: Ketika Playboy Menumukan Cinta Sejati
“Tapi ati-ati! Jangan sampai kamu jatuh cinta beneran ama dia.” pesan Nila. “Tenang aja Nil, aku tak akan cinta beneran ama playboy tengik itu.” balas Reva.
###
Reva mulai menjalankan rencananya, di setiap jam istirahat taman itu ramai oleh para siswa, termasuk juga Reva. Beralaskan rerumputan, mata dan pikirannya tak lepas dari buku yang dibacanya. Tiba-tiba saja konsentrasinya buyar saat pemuda tampan menghampirinya. “Hai, maaf mengganggu," sapa pemuda tampan itu sambil duduk di sampingnya. “Nggak apa-apa kok!“ balas Reva.
“Kamu anak baru ya? Soalnya aku gak pernah lihat kamu” tanya pemuda tadi.
Mendengar itu semua Reva tertawa lirih. “Siapa yang anak baru, kamu aja kali yang kurang awas. Aku kan anak sekolah ini juga” jelas Reva.
"Mungkin, tapi bagiku siapa aja yang baru kulihat di sekolah ini dialah anak baru. Berhubung aku baru pertama kali lihat kamu, boleh dong aku kenalan, namaku Dennis, kamu?” tanyanya dengan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Reva. Reva sudah menduga semua akan berlangsung cepat, “Aku Reva." Jawabnya singkat. “Nama yang bagus.” ucap Dennis.
Sejak perkenalan itu, Dennis dan Rev asering jalan bersama. Dennis memang sering bersama dengan cewek. Tapi kali ini saat dengan Reva, Dennis merasakan kebahagiaan yang begitu tulus. Dan perasaan inilah yang gak pernah ia dapatkan dari cewek manapun sebelum Reva. Maka, dengan penuh keyakinan Dennis mengungkapkan cinta kepada Reva. “Aku cinta kau Rev, maukah kau jad pacarku?”
Mendengar kata-kata itu, Reva tersenyum manis, hatinya bahagia karena ia pikir itu sudah memiliki kemenangannya. Dan bagi Dennis senyum itu sebagai simbol bahwa cintanya telah diterima.
###
Setelah jadian mereka tak pernah jauh, Dennis sangat menyayanginya, sehingga selalu dengan Reva-lah yang ia inginkan. Rasa perhatian Dennis pada Reva juga berlebihan. Dan sikap seperti itulah yang tak pernah ia berikan pada semua pacaranya dulu, karena pacaran kali ini Dennis tak ingin main-main, ia sangat cinta pada Reva, dan Dennis tak ingin kehilangan Reva.
Sama halnya dengan Dennis, Reva yang baru pertama kali diperhatikan sama cowok, merasa keindahan rasa itu karena Dennis. Cinta Dennis yang tulus membuai pikiran Reva. Ia hampir saja jatuh ke lembah cinta yang dapat melupakan segalanya, bahkan tujuan awalnya pacaran dengan Dennis.
Baca juga: Ketulusan Cinta
Melihat itu semua Nila tak tinggal diam, saat Reva pulang sekolah diantar oleh Dennis, Nila telah menunggunya di rumah kost. Baru saja masuk dalam rumah, Reva ditegur sahabatnya. “Mana rencana balas dendammu itu Rev, untuk membalas dendam perbuatan Dennis? Agar emansipasi cinta kaum cewek dapat ditegakkan. Tapi, kayaknya kau malah enakan pacaran dengannya. Kau sudah terjebak oleh perangkap yang kau pasang untuk Dennis. Kau sudah terbawa cintanya Rev!”
Reva kaget mendengar teguran yang tak terduga itu. Sebenernya ia tak siap menghadapi semua ini. Namun perasaan itu coba ia sembunyikan. “Rencana itu baru aku mulai, Nil. Jadi, sabar aja,” kilah Reva.
Nila memandang tajam wajah Reva. Ia tahu bahwa Reva menyembunyikan sesuatu darinya. “Benarkan apa yang aku takutkan Rev? Kau pasti akan jatuh cinta ama Dennis. Jujur aja Rev, dan kini kau gagal, Rev! Gagal!” ucap Nila sedikit meninggi.
Kini Reva dihadapkan dua pilihan, antara memenuhi janjinya dulu yang ingin membela kaumnya, atau mengikuti perasaannya yang telah terjebak sendiri dan tak mampu membendung cintanya pada Dennis.
Dennis memang sangat dibencinya, saat teman bahkan sahabatnya diputusin olehnya. Namun, rasa benci itu berubah wujud menjadi berwarna-warni. Entah apakah ini hanya sebuah ilusi cinta. Tapi tujuan awalnya bukankah bermakna bagi teman dan sahabatnya. Namun, bagaimana dengan perasaannya?
Baca juga: Ilusi Cinta
###
“Hallo sayang, ada apa?” ucap Dennis di seberang sana.
“Dennis, bisa kita ketemu sekarang di taman sekolah?” tanya Reva melalui telepon.
“Bisa, tunggu aja sebentar sayang, cuma lima menit kok..” balas Dennis penuh semangat.
Mata Reva sembap persis saat Nila diputusin Dennis. Reva menangis semalaman akibat dari pilihan yang ia pilih. Dan ia pikirkan pantas untuk menangis, karena air mata adalah beban berat yang harus diteteskan dan dibiarkan pecah berurai.
“Hai sayang...” sapa Dennis.
Lamunan Reva buyar seketika.
“Ada apa sayang, kamu minta aku suruh kesini, kangen ya ama aku?” goda Dennis.
“Ada yang perlu aku omongin padamu, Dennis.” ucap Reva.
“Ngomongin apa?” tanya Dennis penasaran.
“Kita putus aja Denn, karena hubungan ini tak perlu dijalanin.”
Mendengar kata-kata itu membuat Dennis down, ia tak percaya apa yang dikatakan Reva.
“Kau bercanda kan, Rev..?!” tanya Dennis memelas.
“Tidak Denn, ini serius. Kita putus. Titik!” ucap Reva dengan penuh keyakinan.
“Apa aku selama ini melakukan kesalahan padamu Rev? Jika iya, berikan aku kesempatan lagi,” ucap Dennis mengiba.
Reva sudah bulat akan keputusannya untuk memenuhi janji pada sahabatnya, meskipun dia harus mengorbankan perasaannya, demi sahabat dan teman-temannya. Penjajah perasaan itu harus merasakan bagaimana perasaan itu dijajah, dihempaskan ke dalam bejana luka, seperti yang dirasakan sahabat dan teman-temannya sebagai mantan Dennis. Reva beranjak dari tempat itu meninggalkan Dennis sendirian menangis. Terdengar Dennis memanggil namanya, namun tak sedikitpun Reva mengindahkan. Ia ingin pergi dan menangis, karena sesungguhnya ia juga terluka dan sakit hati. Karena sebenarnya Reva pun sangat mencintai Dennis, namun inilah keputusan yang harus diambil.
Baca juga: Sebenarnya Aku 'Benci' Untuk Mengakuinya
Dari seluruh perasaannya tentang cinta, dendam dan ketulusan tak mampu membendung rasa sakitnya. Tapi, yang mampu membuat ia bertahan adalah, dia sudah punya alasan untuk membela teman dan sahabatnya. Reva menangis terus, dia merasa sangat kehilangan, tapi inilah jalan yang harus diambilnya.
Dari seluruh perasaannya tentang cinta, dendam dan ketulusan tak mampu membendung rasa sakitnya. Tapi, yang mampu membuat ia bertahan adalah, dia sudah punya alasan untuk membela teman dan sahabatnya. Reva menangis terus, dia merasa sangat kehilangan, tapi inilah jalan yang harus diambilnya.
wahh pernah sakit... tapi tak pernah sesakit ini... karena aku cinta... tapi...cuma membela kaum wanita...perasaan yang dikorbankan sayang sekali
ReplyDeleteIya, demi teman-temannya, dia mengorbankan cintanya. :( :(
Delete