Cinta Yang Tak Sempurna #Part - 2
***Part sebelumnya
Anton sudah sampai di Jakarta, langsung pulang dan berkumpul dengan orang tuanya. Rindu kepada ayah dan ibu jelas terpancar dari mata Anton. Tak sabar dia mengeluarkan oleh-oleh untuk orang tuanya.
“Sudah-sudah, kamu istirahat dulu sana, kamu kan masih capek,” ujar ibunya penuh perhatian.
“Iya sana, lagian belum sembuh benar sakitmu,” tambah ayahnya.
Anton tersenyum, “Baiklah aku ke kamar dulu ya.”
Anton langsung bergegas ke kamar dan membaringkan tubuhnya di kasur. Dia kelihatan sangat capek, tapi terlintas terbayang dengan Vina, gadis pujaan hatinya. Tak lama dia pun mengambil handphone dan meneleponnya.
“Halo, Sayang...” ucap Anton di handphone.
“Hai, sudah sampai? Bagaimana kabarmu?” balas Vina dengan penuh semangat.
“Baik, Sayang, baru beberapa jam tak jumpa, aku sudah sangat merindukanmu. Aku ingin cepat-cepat kembali ke Makassar.”
“Hmm... gombalnya, terus kapan balik ke sini? Aku juga sangat-sangat merindukanmu,”
Masih dengan senyuman yang manis, Anton menjawab, “Lah, kamu juga udah rindu, kan? Dua minggu lagi aku kembali ke Makassar, tunggu aku ya...”
“Iya, tentu saja, aku pasti menunggumu,” jawab Vina dengan penuh keyakinan.
Sedang asyik mengobrol, Anton ketiduran. Dia terlalu capek untuk hari ini. Vina di seberang sana pun hanya tersenyum manis.
Dan selang beberapa jam kemudian, Anton dibangunakan ibunya untuk makan malam bersama keluarga. Benar-benar malam yang indah.
“Ton, kapan kamu menikah? Teman-teman Ibu pada tanya semua, 'kapan Anton akan menikah?'” tanya ibunya di sela-sela makan malam.
“Mama tenang saja, Anton sudah ada calonnya,” jawabnya jelas.
“Benarkah itu? Kenapa tidak kau kenalkan kepada Ibu? Siapa namanya?”
“Namanya Vina, dia sangat manis, Anton sangat sayang padanya”
“Apa kamu yakin gadis itu baik untukmu? Asal darimana dia? Bagaimana dengan keluarganya?” Ayah Anton ikut berkata dengan bertubi-tubi menanyakan tentang Vina.
“Ayah tenang saja, dia dari keluarga baik-baik, dia juga sangat smart, berbeda dengan gadis lainnya.”
“Sudah-sudah, dilanjutkan dulu makannya, itu bisa dibahas besok-besok setelah Anton sudah sembuh total. Anton besok jangan telat ke rumah sakit, tadi siang ibu sudah menelepon dokternya.”
“Iya tentu, besok Anton ke rumah sakit bersama Ferdy, lama juga tak jumpa dengan Ferdy.” terang Anton sambil menikmati makan malam yang lezat.
Sekitar pukul sepuluh pagi mobil Ferdy sudah terparkir di halaman rumah Anton. Ferdy bermaksud mengantar Anton ke Rumah Sakit. Ferdy adalah adik sepupu Anton. Usia mereka selisih satu tahun saja. Dari kecil mereka selalu bersama, kini sudah lama tak bertemu. Sifat Ferdy dengan Anton berbeda, dari jaman SMA hingga sekarang, Ferdy hanya mempunyai satu orang pacar saja, yaitu Sally. Ferdy terlalu sibuk mengurus komputer dari pada mengurusi soal pacar.
"Ayo Fer, berangkat!" ajak Anton kepada Ferdy untuk segera berangkat ke Rumah Sakit.
"Ok, aku siap," jawab Ferdy singkat.
Mereka berdua masuk mobil dan Ferdy yang mengemudikan mobilnya.
"Mana pacarmu? Kenapa tak diajak?" celoteh Ferdy membuka pembicaraan di dalam mobil. "Ataukah kau hanya main-main saja dengan dia?" tambahnya.
"Hei, jangan menuduhku seperti itu, kali ini aku serius, karena dia begitu berbeda dengan gadis lainnya, dia begitu indah," sangkal Anton terhadap Ferdy.
"Yakin? Siapa namanya? Gadis seperti apa dia sudah bisa membuatmu jatuh cinta dengan serius? Dan membuat tergila-gila padanya?" Ferdy kian penasaran dengan pacar Anton.
"Dia bernama Vina, dia tinggi, ramping, smart, manis, baik dan sangat seksi."
Mendengar jawaban dari Anton, Ferdy tertawa, dan melontarkan kata-kata, "Nah, nah..itu kata-kata yang terakhir, kenapa kamu selalu mencari gadis seksi? Pasti ujung-ujungnya kalian bakalan putus, sama dengan gadis-gadis seksi yang lainnya yang sudah menjadi mantan-mantan pacarmu."
"Hei... sudah kubilang, dia berbeda dengan gadis-gadis lainnya, aku serius dengan dia. Aku bilang seksi tentang Vina, berbeda aku mengatakan seksi kepada para mantan-mantanku. Ingat itu, Ferdy." Ferdy masih tetap tertawa dengan penjelasan Anton, karena belum yakin kalau Anton akan jatuh cinta dengan serius.
Sambil bercakap-cakap di mobil, terasa cepat sampai di Rumah Sakit. Mereka berdua turun dari mobil. Anton langsung menuju ruangan dokter Ehzar, dokter keluarga mereka. Sedangkan Ferdy menunggu Anton di lobby Rumah Sakit. Untuk mengetahui kondisi kesehatan seluruhnya, dokter Ezhar melakukan Rontgen pada Anton. "Terus, kapan saya bisa tahu hasilnya dok?" tanya Anton dengan harap-harap cemas.
"Minggu depan bisa kembali kesini, dan kita akan tahu bagaimana kondisi badanmu."
"Baik, Dok, sampai ketemu minggu depan." Perlahan Anton pergi meninggalkan dokter Ehzar, dia menuju lobby menemui Ferdy. Sambil berjalan dia membuka ponselnya, ternyata ada pesan dari Vina.
"Sayang, bagaimana kabarmu?" itulah isi pesan dari Vina yang terus menerus mengkhawatirkan keadaan Anton. Anton segera membalas pesan dari Vina, "Aku baik-baik saja, ini masih di Rumah Sakit, baru mau pulang, dan minggu depan baru tahu hasil Rontgen-nya."
Anton mengajak Ferdy untuk pulang, "Yuk pulang," ucapnya singkat.
"Cepat sekali, hanya cek apa?" tanya Ferdy.
"Hanya Rontgen dan hasilnya baru diketahui minggu depan."
"Baiklah, ayo jalan." Mereka berdua menuju mobil dan meninggalkan Rumah Sakit.
"Mau kemana lagi? langsung pulang atau ada tujuan lain?" tanya Ferdy seolah-olah menawarkan jasa sopir pribadi.
"Hmmmm,,, tumben sekali kau baik terhadapku, Fer, apa karena aku sedang sakit?" Anton meledeknya.
"Hei, katakan sajalah, yang jelas aku lapar."
"Hahaha... sialan kau, Fer. Okelah kita makan bebek panggang saja."
Ferdy menganggukan kepalanya, menyetujui untuk menyantap bebek panggang. Dengan cepat Ferdy meluncurkan mobil menuju restoran bebek panggang. Di saat turun dari mobil, Anton langsung menelpon Vina, Ferdy yang melihat tingkah laku Anton seperti itu, dia hanya bisa geleng-geleng kepala sambil tersenyum.
"Hola... " (ucapan 'Halo' sengaja Vina ucap dengan 'Hola') ucap Vina di Seberang.
"Hai, Sayang... sedang apa kau? Sudah makan atau masih di kampus?" tanya Anton dengan penuh perhatian terhadap pacarnya itu.
"Masih di kampus... belum kepikiran untuk makan masih bingung untuk makan apa, kau sendiri sedang apa, bagaimana denganmu, sudah makan?"
"Ini di restoran bebek panggang, kami baru mau makan,"
"Dengan siapa?" tanya Vina sedikit curiga, takut Anton pergi dengan wanita lain.
"Hei... kenapa curiga seperti itu? Ini sama Ferdy, adik sepupuku. Ah.. jangan curiga gitu donk,"
"Hehe... ya udah, met makan aja ya... Miss You.."
"Iya, sayang, met belajar dan jangan tergoda sama cowok lainnya."
"Iyaa...."
Anton dan Ferdy duduk santai sambil menunggu pesanan bebek panggang. Di saat santai seperti ini Ferdy mulai membuka pembicaraan.
"Gadis seperti apa dia? Sepertinya kau benar-benar tergila-gila padanya." Celetuk Ferdy yang membuat Anton tersenyum kecil.
"Kau ingin tahu seperti apa? Ini... kau lihat sendiri," balas Anton sambil menunjukkan foto-foto Vina yang di HP.
"Cantik juga gadis ini, ah, sialan kau, Anton! Pria sepertimu bisa juga punya pacarseperti ini," ucap Ferdy dengan bergurau, dan lagi-lagi membuat Anton tertawa.
Sambil tertawa pun Anton menjawab, "Itulah hebatnya diriku, tak sepertimu yang selalu menghabiskan waktu dengan komputer-komputermu."
"Kau serius dengan Vina?" tatapan Ferdy begitu tajam memandang mata Anton. Dan dia juga meneruskan kata-katanya, "Jangan kau permainkan gadis ini, dia hanya mencintaimu, dari raut wajahnya pun terlihat jelas. Jangan kau pernah sakiti dia. Dia begitu lugu untuk kau sakiti, dan mungkin akan menyayat hatinya ketika kau menggoreskan luka terhadapnya. Sekecil apapun luka itu."
Ucapan Ferdy begitu mengena ke hati Anton, dan memang benar apa yang diucapkan oleh Ferdy.
"Iya, kau benar, Fer, " balas Anton dengan suara yang begitu lirih.
Sejenak mereka terdiam, sambil menunggu bebek panggang yang masih dibawa oleh pramusaji menuju mejanya. Pikiran Anton pun melayang entah kemana.
Sudah satu minggu berlalu Vina sendiri di Makassar, dan baru saja dia mendapat SMS kabar dari Anton, bahwa hasil Rontgen-nya baik. Mendengar berita itu Vina sangat bahagia, berarti satu minggu lagi Anton akan kembali ke Makassar. Hari-hari yang Vina lalui kini semangat lagi, dan rasanya tak sabar ingin segera berjumpa dengan Anton, sang kekasih hatinya. Rasa rindu yang begitu membara dan rasa cinta yang begitu tulus, membuat senyum yang selalu tersungging di bibir indahnya. Dan setiap perkataan adalah sajak cinta yang indah bagi mereka berdua. Setiap kali bersenandung akan menghasilkan lagu cinta yang indah pula untuk mereka berdua. Dan setiap bait cinta yang diuraikan akan menjadi sebuah syair-syair indah tentang cinta mereka.
Hari ini Vina pulang kuliah terburu-buru, dan langsung menuju tempat kerjanya. Dia semangat sekali untuk langsung menyelesaikan pekerjaannya, karena besok dia akan ke bandara untuk menjemput Anton. Saat dia sedang asyik menyelesaikan pekerjaannya, HPnya berdering, ada pesan yang masuk dari nomor baru, dan isi pesan itu.
"Untuk semua keluarga, handai taulan, kerabat, sahabat dan orang-orang yang dekat dengan Anton, mohon doanya... Anton kembali masuk rumah sakit dan masuk IGD."
Dengan tubuh yang gemetar dan mata yang berkaca-kaca, Vina mencoba menelpon nomor tersebut, dia memastikan apakah itu berita benar tentang Anton.
"Halo... maaf, ini dengan siapa?" kata-kata Vina terputus-putus, dia masih menahan rasa shock mendengar berita itu.
"Saya Ferdy, saya adik sepupunya Anton, apakah kamu Vina?" tanya Ferdy dengan lirih.
"Iya, benar saya Vi-na, apa yang terjadi dengan Anton? Lalu dari mana tahu nomor HP saya?" kata-kata yang keluar dari mulut Vina belum bisa teratur, napasnya terengah-engah menahan air matanya.
"Anton, dia... terkena serangan jantung, dan saya tahu nomor HP Vina dari HP Anton, kami mohon doa untuk kesembuhan Anton, ya..."
Mendengar penjelasan dari Ferdy, Vina tak bisa menahan air matanya lagi. Dengan isak tangisnya dia mencoba menjawab Ferdy, "Iya, tentu a a-ku doa-a-kan untuk Ant-on agar cepat sembuuuh..."
"Iya, terimakasih ya, lebih baik, sekarang kamu istirahat saja ya, dan tenangkan pikiran kamu."
"Iya..." jawab Vina dengan lirih.
Ferdy menjadi merasa iba pada Vina, tapi apa yang harus dilakukan? Saat ini yang bisa dilakukan adalah berdoa agar Anton bisa sembuh kembali seperti semula.
Vina kian menangis tersedu-sedu, dia akhirnya pulang meninggalkan pekerjaanya. Sesampainya di rumah hanya menangis, dan menangis lagi. Pikirannya begitu pilu memikirkan keadaan Anton.
Baca juga: Menangis Pilu Dalam Keramaian
Esok hari telah mulai, dia masih termenung mengingat-ingat kejadian semalam, dan masih satu pikiran, hanya Anton. Dia ingin sekali tahu keadaan Anton. Vina memberanikan diri untuk menelpon Ferdy.
"Ha-lo..." sapa Vina dengan penuh ragu.
"Iya, selamat pagi, Vina, ya?" tanya Ferdy dengan meyakinkan dirinya bahwa yang menelpon itu Vina.
"Iya, aku Vina, maaf, pagi-pagi sudah mengganggu kamu"
Sambil beranjak dari tempat tidur, Ferdy mengatakan, "Iya, tak apa-apa, anggap saja kita sudah saling mengenal lama."
Vina hanya tersenyum.
Hari berganti hari yang bisa dilakukan Vina hanya berdoa untuk kesembuhan Anton. Sesekali mencoba menelponnya, tapi HP Anton selalu mailbox, sedangkan pesan singkat yang Vina kirim tidak pernah ada balasan. Vina kian cemas dan sedih, ada apa dengan Anton? Kadang Vina menelpon Ferdy, tapi Ferdy hanya diam, jawaban dari Ferdy selalu sama, "Doakan saja agar Anton cepat sembuh."
Ferdy sesungguhnya tahu keadaan Anton yang sekarang, tapi saat ini dia tidak menceritakan kepada Vina. Ferdy tidak tahu harus cerita apa dan bagaimana harus cerita tentang Anton kepada Vina.
Pagi hari yang cerah, Ferdy agak kesal dengan Anton, tiba-tiba dia masuk kamar Anton tanpa permisi sedikitpun.
"Anton, sampai kapan kamu akan menyembunyikan semua ini?" tanya Ferdy dengan nada emosi.
"Entahlah, aku sendiri tak tahu apa yang harus aku lakukan." jawabnya dengan tenang, dan membuat Ferdy kian kesal.
"Anton..! kasihan Vina, sampai kapan kau akan terus-terusan seperti ini tanpa memberi kepastian kepada Vina? Hampir setiap hari dia menanyakan kabarmu, hampir setiap hari dia mencoba menelponmu dan setiap hari dia mengirim pesan padamu. Kau bisa baca ini." jelas Ferdy sambil memberikan HP kepada Anton. Ferdy mengembalikan HP itu, karena sejak Anton sakit HP itu diberikan kepada Ferdy. Kini Ferdy tak mau lagi memegang HP itu lagi, terlalu sakit rasanya ketika melihat HP itu berdering, karena semua pesan dan semua panggilan dari Vina.
Anton terdiam sejenak sambil membaca semua pesan-pesan dari Vina yang berisi doa dan harapan agar Anton bisa kembali ke Makassar.
"Andai saja semua ini tak terjadi pada diriku, mungkin aku sudah di Makassar. Sekarang, tak tahu apa yang harus aku ceritakan pada Vina. Dari mana aku harus ceritakan dan apa yang harus aku jawab ketika dia bertanya? Aku benar-benar tidak tahu. Dan hati ini pun terasa sakit, bahkan sangat sakit harus kehilangan seseorang yang sangat kucintai, harus melepasnya meskipun hati ini tak rela."
Mereka berdua terdiam sejenak sesaat setelah Anton menjelaskan kepada Ferdy, dan dia hanya memberikan saran kepada Anton. "Sebaiknya kau jujur pada Vina apa yang telah terjadi. Jangan berikan harapan-harapan kosong padanya." ucap Ferdy dengan tegas.
"Iya, tapi aku butuh waktu untuk menguatkan diri ini, aku butuh waktu untuk mengatakan semua ini.. Tapi, satu yang harus kau lakukan untuk dia." pinta Anton kepada Ferdy.
"Maksudmu?" tanya Ferdy.
"Jaga dia, meskipun kau disini, berilah perhatian pada dia agar dia tidak rapuh dan tidak merasa sepi. Itu saja yang aku mau. Kuingin dia baik-baik saja, ceria seperti dulu sebelum mengenalku."
Vina masih tetap berharap dan menunggu, meskipun sudah dua bulan tak ada kabar apapun dari Anton. Terkadang di saat sepi menghampirinya, tanpa ia sadari ia menitikkan air matanya. Rindu dan teringat kenangan dengan Anton.
Hari ini terasa sangat panas di kota Makassar dan hari yang sangat melelahkan untuk Vina. Hari ini dia persiapan untuk mutasi kerja, dia akan dipindahkan ke kantor pusat di Jakarta. Tentu dia sangat bahagia mendengarnya, dalam hatinya dia berkata, "Aku pasti bisa bertemu dengan Anton kembali." Karena dia akan tinggal di Jakarta tentu saja dia juga mengurus kepindahan kuliahnya. Benar-benar hari yang sangat melelahkan untuk Vina.
Saat bersantai duduk di dekat jendela kamarnya, dan sedang menikmati udara sore yang segar. HP-nya berdering ada panggilan, tapi dari nomor tidak dikenal, Vina sedikit ragu untuk menjawabnya, takut hanya orang yang ingin iseng saja.
"Ha-lo.." ucapnya lirih.
"Vinnaa..?" balas orang di seberang.
"Iya, ini aku Vina, kaukah itu..?" tanya Vina dengan penuh keraguan, suaranya tak asing bagi Vina. Ya, suara Anton.
"Iya, ini aku Vin. Bagaimana kabarmu?" tanya Anton dengan menahan air mata yang sudah di permukaan matanya.
"Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu? Kenapa kau tak kembali kesini? Apa yang terjadi denganmu?" Pertanyaan yang telah diduga oleh Anton sebelumnya memang benar terjadi, dan itu membuat teriris hatinya.
"Iya.. Maafkan aku Viin..." Anton tak tahan lagi menahan air matanya.
"Kenapa? Kenapa kau? Kenapa kau harus menangis? Apa yang terjadi? Jujurlah, jangan membuatkan semakin tak mengerti dengan semua ini..." tanya Vina kebingungan.
"Maaafkan aku, aku juga tak tahu harus bagaimana, dan aku pun tak tahu harus mengatakan apa kepadamu, sedang diriku ini juga tak ingin seperti ini," jawab Anton.
"Apa yang terjadi? Dan apa maksud perkataanmu?" Vina kian tak tenang mendengar ucapan Anton.
"Maafkan aku Vin, memang berat pilihan yang harus aku pilih, maafkan aku .... Aku harus meninggalkanmu, aku harus menikah dengan pilihan dari orang tuaku." Anton menjelaskan.
Mendengar itu semua, Vina lemas lunglai, air matanya kian mengalir deras, hatinya terasa begitu tersayat. Kenapa harus seperti ini? Kenapa ini terjadi pada kita? ucapnya dalam hati.
"Kenapa kau tak pernah mengatakan sejak dulu? Sejak aku belum benar-benar mencintaimu, sejak aku belum bisa memahamimu, sejak aku masih bisa memalingkan dirimu kepada yang lain? Kenapa kau tak pernah jujur padaku?" desaknya dengan isak tangis.
"Bagaimana aku bisa mengatakan ini kepadamu? Karena aku sendiri pun sebenarnya tak pernah menginginkan seperti ini, bagaimana aku bisa melepasmu begitu saja, aku mencintaimu, itu yang aku tahu," jawab Anton dengan suara aga serak menahan kesedihan.
Mereka berdua menangis bersama, keheningan sore itu pecah dengan suara tangisan dan luka yang mengiris hati mereka. Tak ada pilihan lain Anton harus menikah dengan pilihan orang tuanya. Karena orang tua Anton yang telah menyetujui pernikahan Anton dengan Callisa.
Vina harus melewati sendiri, harus sanggup melepaskan dan merelakan Anton, meskipun di dalam hatinya sedikit tak rela, bahkan tak rela Anton menikah dengan wanita lain. Rencana pemindahan dia ke Jakarta sempat ia ingin menundanya, tapi karena semua itu sudah dijadwalkan Vina harus tetap berangkat ke Jakarta. Vina berpikir, bagaiamana bisa hidup di Jakarta? tak ada saudara atau teman, bahkan orang yang dicintainya pun sudah bertunangan dengan wanita lain. Tak ada pilihan lain, dia mencoba menghubungi Ferdy dan berharap Ferdy bisa membantunya.
"Halo, Ferdy?" tanya Vina.
"Iya, ini aku Ferdy, Vina-kah ini? Gimana kabar kamu, Vin?" jawab Ferdy.
"Aku baik, Fer. Kamu gimana kabarnya?" Vina kembali bertanya.
Ferdy menjawab,"Aku juga baik, Vin"
"Owh ya Fer, aku mau minta tolong sama kamu. Apa bisa?"
"Apa Vin? Katakan saja, tak usah sungkan" ucap Ferdy, dia teringat dengan kata-kata Anton, harus membantu Vina dalam hal apapun.
"Aku akan pindah ke Jakarta, tapi aku tak tahu harus tinggal di mana." Vina menjelaskan.
"Hmmm... Bagaimana tinggal di rumahku saja? Bersama orang tua dan kedua adikku, karena memang aku sudah tidak tinggal di rumah itu lagi." Anton menawarkan pertolongan.
"Ah... tidak, aku tidak mau menjadi beban di keluargamu. Aku cuma minta bantuan kamu, carikan aku tempat tinggal, rumah atau apalah. Paling tidak, pas aku tiba di Jakarta, aku tidak bingung mau tinggal di mana," jawab Vina.
"Okelah. Memangnya tujuan kamu di daerah mana? Biar aku cari info yang dekat dengan tempat kerja kamu," tanya Ferdy
"Nantinya di daerah Tebet," jawab Vina.
"Baiklah, aku akan cari info tempat tinggal di daerah tebet. Kapan berangkat ke Jakarta?" Ferdy bertanya.
"Rencananya dua minggu lagi aku pindah ke Jakarta," jawab Vina memberitahukan.
Sejenak Ferdy terdiam, dia teringat bahwa Anton akan menikah dalam waktu sekitar tiga minggu lagi. Ferdy takut kalau terjadi sesuatu dengan Vina, jika tahu atau mendengar Anton akan menikah dalam waktu dekat ini. Anton menikah, berarti Vina sudah ada di Jakarta.
"Ada apa, Fer? Kok diam gitu? Apa tak ada infonya?" pertanyaan Vina mengagetkan lamunan Ferdy.
"Ah .... Aku lagi pikir-pikir siapa tahu aku punya teman di daerah Tebet." Ferdy berbohong.
Dengan merasa tidak enak hati, Vina menjawab, "Owh.., baiklah..! Terima kasih ya... dan maaf, aku sudah merepotkan kamu."
"Tidak apa-apa, Vin .... Tenang saja. sampai ketemu di Jakarta ya..?!" jawab Ferdy.
"Oke, thanks ya..." ucap Vina mengakhiri pembicaraan mereka via telepon.
***Bersambung ke Part -3
Anton sudah sampai di Jakarta, langsung pulang dan berkumpul dengan orang tuanya. Rindu kepada ayah dan ibu jelas terpancar dari mata Anton. Tak sabar dia mengeluarkan oleh-oleh untuk orang tuanya.
“Sudah-sudah, kamu istirahat dulu sana, kamu kan masih capek,” ujar ibunya penuh perhatian.
“Iya sana, lagian belum sembuh benar sakitmu,” tambah ayahnya.
Anton tersenyum, “Baiklah aku ke kamar dulu ya.”
Anton langsung bergegas ke kamar dan membaringkan tubuhnya di kasur. Dia kelihatan sangat capek, tapi terlintas terbayang dengan Vina, gadis pujaan hatinya. Tak lama dia pun mengambil handphone dan meneleponnya.
“Halo, Sayang...” ucap Anton di handphone.
“Hai, sudah sampai? Bagaimana kabarmu?” balas Vina dengan penuh semangat.
“Baik, Sayang, baru beberapa jam tak jumpa, aku sudah sangat merindukanmu. Aku ingin cepat-cepat kembali ke Makassar.”
“Hmm... gombalnya, terus kapan balik ke sini? Aku juga sangat-sangat merindukanmu,”
Masih dengan senyuman yang manis, Anton menjawab, “Lah, kamu juga udah rindu, kan? Dua minggu lagi aku kembali ke Makassar, tunggu aku ya...”
“Iya, tentu saja, aku pasti menunggumu,” jawab Vina dengan penuh keyakinan.
Sedang asyik mengobrol, Anton ketiduran. Dia terlalu capek untuk hari ini. Vina di seberang sana pun hanya tersenyum manis.
Dan selang beberapa jam kemudian, Anton dibangunakan ibunya untuk makan malam bersama keluarga. Benar-benar malam yang indah.
“Ton, kapan kamu menikah? Teman-teman Ibu pada tanya semua, 'kapan Anton akan menikah?'” tanya ibunya di sela-sela makan malam.
“Mama tenang saja, Anton sudah ada calonnya,” jawabnya jelas.
“Benarkah itu? Kenapa tidak kau kenalkan kepada Ibu? Siapa namanya?”
“Namanya Vina, dia sangat manis, Anton sangat sayang padanya”
“Apa kamu yakin gadis itu baik untukmu? Asal darimana dia? Bagaimana dengan keluarganya?” Ayah Anton ikut berkata dengan bertubi-tubi menanyakan tentang Vina.
“Ayah tenang saja, dia dari keluarga baik-baik, dia juga sangat smart, berbeda dengan gadis lainnya.”
“Sudah-sudah, dilanjutkan dulu makannya, itu bisa dibahas besok-besok setelah Anton sudah sembuh total. Anton besok jangan telat ke rumah sakit, tadi siang ibu sudah menelepon dokternya.”
“Iya tentu, besok Anton ke rumah sakit bersama Ferdy, lama juga tak jumpa dengan Ferdy.” terang Anton sambil menikmati makan malam yang lezat.
******
Sekitar pukul sepuluh pagi mobil Ferdy sudah terparkir di halaman rumah Anton. Ferdy bermaksud mengantar Anton ke Rumah Sakit. Ferdy adalah adik sepupu Anton. Usia mereka selisih satu tahun saja. Dari kecil mereka selalu bersama, kini sudah lama tak bertemu. Sifat Ferdy dengan Anton berbeda, dari jaman SMA hingga sekarang, Ferdy hanya mempunyai satu orang pacar saja, yaitu Sally. Ferdy terlalu sibuk mengurus komputer dari pada mengurusi soal pacar.
"Ayo Fer, berangkat!" ajak Anton kepada Ferdy untuk segera berangkat ke Rumah Sakit.
"Ok, aku siap," jawab Ferdy singkat.
Mereka berdua masuk mobil dan Ferdy yang mengemudikan mobilnya.
"Mana pacarmu? Kenapa tak diajak?" celoteh Ferdy membuka pembicaraan di dalam mobil. "Ataukah kau hanya main-main saja dengan dia?" tambahnya.
"Hei, jangan menuduhku seperti itu, kali ini aku serius, karena dia begitu berbeda dengan gadis lainnya, dia begitu indah," sangkal Anton terhadap Ferdy.
"Yakin? Siapa namanya? Gadis seperti apa dia sudah bisa membuatmu jatuh cinta dengan serius? Dan membuat tergila-gila padanya?" Ferdy kian penasaran dengan pacar Anton.
"Dia bernama Vina, dia tinggi, ramping, smart, manis, baik dan sangat seksi."
Mendengar jawaban dari Anton, Ferdy tertawa, dan melontarkan kata-kata, "Nah, nah..itu kata-kata yang terakhir, kenapa kamu selalu mencari gadis seksi? Pasti ujung-ujungnya kalian bakalan putus, sama dengan gadis-gadis seksi yang lainnya yang sudah menjadi mantan-mantan pacarmu."
"Hei... sudah kubilang, dia berbeda dengan gadis-gadis lainnya, aku serius dengan dia. Aku bilang seksi tentang Vina, berbeda aku mengatakan seksi kepada para mantan-mantanku. Ingat itu, Ferdy." Ferdy masih tetap tertawa dengan penjelasan Anton, karena belum yakin kalau Anton akan jatuh cinta dengan serius.
Sambil bercakap-cakap di mobil, terasa cepat sampai di Rumah Sakit. Mereka berdua turun dari mobil. Anton langsung menuju ruangan dokter Ehzar, dokter keluarga mereka. Sedangkan Ferdy menunggu Anton di lobby Rumah Sakit. Untuk mengetahui kondisi kesehatan seluruhnya, dokter Ezhar melakukan Rontgen pada Anton. "Terus, kapan saya bisa tahu hasilnya dok?" tanya Anton dengan harap-harap cemas.
"Minggu depan bisa kembali kesini, dan kita akan tahu bagaimana kondisi badanmu."
"Baik, Dok, sampai ketemu minggu depan." Perlahan Anton pergi meninggalkan dokter Ehzar, dia menuju lobby menemui Ferdy. Sambil berjalan dia membuka ponselnya, ternyata ada pesan dari Vina.
"Sayang, bagaimana kabarmu?" itulah isi pesan dari Vina yang terus menerus mengkhawatirkan keadaan Anton. Anton segera membalas pesan dari Vina, "Aku baik-baik saja, ini masih di Rumah Sakit, baru mau pulang, dan minggu depan baru tahu hasil Rontgen-nya."
Anton mengajak Ferdy untuk pulang, "Yuk pulang," ucapnya singkat.
"Cepat sekali, hanya cek apa?" tanya Ferdy.
"Hanya Rontgen dan hasilnya baru diketahui minggu depan."
"Baiklah, ayo jalan." Mereka berdua menuju mobil dan meninggalkan Rumah Sakit.
"Mau kemana lagi? langsung pulang atau ada tujuan lain?" tanya Ferdy seolah-olah menawarkan jasa sopir pribadi.
"Hmmmm,,, tumben sekali kau baik terhadapku, Fer, apa karena aku sedang sakit?" Anton meledeknya.
"Hei, katakan sajalah, yang jelas aku lapar."
"Hahaha... sialan kau, Fer. Okelah kita makan bebek panggang saja."
Ferdy menganggukan kepalanya, menyetujui untuk menyantap bebek panggang. Dengan cepat Ferdy meluncurkan mobil menuju restoran bebek panggang. Di saat turun dari mobil, Anton langsung menelpon Vina, Ferdy yang melihat tingkah laku Anton seperti itu, dia hanya bisa geleng-geleng kepala sambil tersenyum.
"Hola... " (ucapan 'Halo' sengaja Vina ucap dengan 'Hola') ucap Vina di Seberang.
"Hai, Sayang... sedang apa kau? Sudah makan atau masih di kampus?" tanya Anton dengan penuh perhatian terhadap pacarnya itu.
"Masih di kampus... belum kepikiran untuk makan masih bingung untuk makan apa, kau sendiri sedang apa, bagaimana denganmu, sudah makan?"
"Ini di restoran bebek panggang, kami baru mau makan,"
"Dengan siapa?" tanya Vina sedikit curiga, takut Anton pergi dengan wanita lain.
"Hei... kenapa curiga seperti itu? Ini sama Ferdy, adik sepupuku. Ah.. jangan curiga gitu donk,"
"Hehe... ya udah, met makan aja ya... Miss You.."
"Iya, sayang, met belajar dan jangan tergoda sama cowok lainnya."
"Iyaa...."
Anton dan Ferdy duduk santai sambil menunggu pesanan bebek panggang. Di saat santai seperti ini Ferdy mulai membuka pembicaraan.
"Gadis seperti apa dia? Sepertinya kau benar-benar tergila-gila padanya." Celetuk Ferdy yang membuat Anton tersenyum kecil.
"Kau ingin tahu seperti apa? Ini... kau lihat sendiri," balas Anton sambil menunjukkan foto-foto Vina yang di HP.
"Cantik juga gadis ini, ah, sialan kau, Anton! Pria sepertimu bisa juga punya pacarseperti ini," ucap Ferdy dengan bergurau, dan lagi-lagi membuat Anton tertawa.
Sambil tertawa pun Anton menjawab, "Itulah hebatnya diriku, tak sepertimu yang selalu menghabiskan waktu dengan komputer-komputermu."
"Kau serius dengan Vina?" tatapan Ferdy begitu tajam memandang mata Anton. Dan dia juga meneruskan kata-katanya, "Jangan kau permainkan gadis ini, dia hanya mencintaimu, dari raut wajahnya pun terlihat jelas. Jangan kau pernah sakiti dia. Dia begitu lugu untuk kau sakiti, dan mungkin akan menyayat hatinya ketika kau menggoreskan luka terhadapnya. Sekecil apapun luka itu."
Ucapan Ferdy begitu mengena ke hati Anton, dan memang benar apa yang diucapkan oleh Ferdy.
"Iya, kau benar, Fer, " balas Anton dengan suara yang begitu lirih.
Sejenak mereka terdiam, sambil menunggu bebek panggang yang masih dibawa oleh pramusaji menuju mejanya. Pikiran Anton pun melayang entah kemana.
*****
Sudah satu minggu berlalu Vina sendiri di Makassar, dan baru saja dia mendapat SMS kabar dari Anton, bahwa hasil Rontgen-nya baik. Mendengar berita itu Vina sangat bahagia, berarti satu minggu lagi Anton akan kembali ke Makassar. Hari-hari yang Vina lalui kini semangat lagi, dan rasanya tak sabar ingin segera berjumpa dengan Anton, sang kekasih hatinya. Rasa rindu yang begitu membara dan rasa cinta yang begitu tulus, membuat senyum yang selalu tersungging di bibir indahnya. Dan setiap perkataan adalah sajak cinta yang indah bagi mereka berdua. Setiap kali bersenandung akan menghasilkan lagu cinta yang indah pula untuk mereka berdua. Dan setiap bait cinta yang diuraikan akan menjadi sebuah syair-syair indah tentang cinta mereka.
Hari ini Vina pulang kuliah terburu-buru, dan langsung menuju tempat kerjanya. Dia semangat sekali untuk langsung menyelesaikan pekerjaannya, karena besok dia akan ke bandara untuk menjemput Anton. Saat dia sedang asyik menyelesaikan pekerjaannya, HPnya berdering, ada pesan yang masuk dari nomor baru, dan isi pesan itu.
"Untuk semua keluarga, handai taulan, kerabat, sahabat dan orang-orang yang dekat dengan Anton, mohon doanya... Anton kembali masuk rumah sakit dan masuk IGD."
Dengan tubuh yang gemetar dan mata yang berkaca-kaca, Vina mencoba menelpon nomor tersebut, dia memastikan apakah itu berita benar tentang Anton.
"Halo... maaf, ini dengan siapa?" kata-kata Vina terputus-putus, dia masih menahan rasa shock mendengar berita itu.
"Saya Ferdy, saya adik sepupunya Anton, apakah kamu Vina?" tanya Ferdy dengan lirih.
"Iya, benar saya Vi-na, apa yang terjadi dengan Anton? Lalu dari mana tahu nomor HP saya?" kata-kata yang keluar dari mulut Vina belum bisa teratur, napasnya terengah-engah menahan air matanya.
"Anton, dia... terkena serangan jantung, dan saya tahu nomor HP Vina dari HP Anton, kami mohon doa untuk kesembuhan Anton, ya..."
Mendengar penjelasan dari Ferdy, Vina tak bisa menahan air matanya lagi. Dengan isak tangisnya dia mencoba menjawab Ferdy, "Iya, tentu a a-ku doa-a-kan untuk Ant-on agar cepat sembuuuh..."
"Iya, terimakasih ya, lebih baik, sekarang kamu istirahat saja ya, dan tenangkan pikiran kamu."
"Iya..." jawab Vina dengan lirih.
Ferdy menjadi merasa iba pada Vina, tapi apa yang harus dilakukan? Saat ini yang bisa dilakukan adalah berdoa agar Anton bisa sembuh kembali seperti semula.
Vina kian menangis tersedu-sedu, dia akhirnya pulang meninggalkan pekerjaanya. Sesampainya di rumah hanya menangis, dan menangis lagi. Pikirannya begitu pilu memikirkan keadaan Anton.
Baca juga: Menangis Pilu Dalam Keramaian
Esok hari telah mulai, dia masih termenung mengingat-ingat kejadian semalam, dan masih satu pikiran, hanya Anton. Dia ingin sekali tahu keadaan Anton. Vina memberanikan diri untuk menelpon Ferdy.
"Ha-lo..." sapa Vina dengan penuh ragu.
"Iya, selamat pagi, Vina, ya?" tanya Ferdy dengan meyakinkan dirinya bahwa yang menelpon itu Vina.
"Iya, aku Vina, maaf, pagi-pagi sudah mengganggu kamu"
Sambil beranjak dari tempat tidur, Ferdy mengatakan, "Iya, tak apa-apa, anggap saja kita sudah saling mengenal lama."
Vina hanya tersenyum.
Hari berganti hari yang bisa dilakukan Vina hanya berdoa untuk kesembuhan Anton. Sesekali mencoba menelponnya, tapi HP Anton selalu mailbox, sedangkan pesan singkat yang Vina kirim tidak pernah ada balasan. Vina kian cemas dan sedih, ada apa dengan Anton? Kadang Vina menelpon Ferdy, tapi Ferdy hanya diam, jawaban dari Ferdy selalu sama, "Doakan saja agar Anton cepat sembuh."
Ferdy sesungguhnya tahu keadaan Anton yang sekarang, tapi saat ini dia tidak menceritakan kepada Vina. Ferdy tidak tahu harus cerita apa dan bagaimana harus cerita tentang Anton kepada Vina.
Pagi hari yang cerah, Ferdy agak kesal dengan Anton, tiba-tiba dia masuk kamar Anton tanpa permisi sedikitpun.
"Anton, sampai kapan kamu akan menyembunyikan semua ini?" tanya Ferdy dengan nada emosi.
"Entahlah, aku sendiri tak tahu apa yang harus aku lakukan." jawabnya dengan tenang, dan membuat Ferdy kian kesal.
"Anton..! kasihan Vina, sampai kapan kau akan terus-terusan seperti ini tanpa memberi kepastian kepada Vina? Hampir setiap hari dia menanyakan kabarmu, hampir setiap hari dia mencoba menelponmu dan setiap hari dia mengirim pesan padamu. Kau bisa baca ini." jelas Ferdy sambil memberikan HP kepada Anton. Ferdy mengembalikan HP itu, karena sejak Anton sakit HP itu diberikan kepada Ferdy. Kini Ferdy tak mau lagi memegang HP itu lagi, terlalu sakit rasanya ketika melihat HP itu berdering, karena semua pesan dan semua panggilan dari Vina.
Anton terdiam sejenak sambil membaca semua pesan-pesan dari Vina yang berisi doa dan harapan agar Anton bisa kembali ke Makassar.
"Andai saja semua ini tak terjadi pada diriku, mungkin aku sudah di Makassar. Sekarang, tak tahu apa yang harus aku ceritakan pada Vina. Dari mana aku harus ceritakan dan apa yang harus aku jawab ketika dia bertanya? Aku benar-benar tidak tahu. Dan hati ini pun terasa sakit, bahkan sangat sakit harus kehilangan seseorang yang sangat kucintai, harus melepasnya meskipun hati ini tak rela."
Mereka berdua terdiam sejenak sesaat setelah Anton menjelaskan kepada Ferdy, dan dia hanya memberikan saran kepada Anton. "Sebaiknya kau jujur pada Vina apa yang telah terjadi. Jangan berikan harapan-harapan kosong padanya." ucap Ferdy dengan tegas.
"Iya, tapi aku butuh waktu untuk menguatkan diri ini, aku butuh waktu untuk mengatakan semua ini.. Tapi, satu yang harus kau lakukan untuk dia." pinta Anton kepada Ferdy.
"Maksudmu?" tanya Ferdy.
"Jaga dia, meskipun kau disini, berilah perhatian pada dia agar dia tidak rapuh dan tidak merasa sepi. Itu saja yang aku mau. Kuingin dia baik-baik saja, ceria seperti dulu sebelum mengenalku."
*****
Vina masih tetap berharap dan menunggu, meskipun sudah dua bulan tak ada kabar apapun dari Anton. Terkadang di saat sepi menghampirinya, tanpa ia sadari ia menitikkan air matanya. Rindu dan teringat kenangan dengan Anton.
Hari ini terasa sangat panas di kota Makassar dan hari yang sangat melelahkan untuk Vina. Hari ini dia persiapan untuk mutasi kerja, dia akan dipindahkan ke kantor pusat di Jakarta. Tentu dia sangat bahagia mendengarnya, dalam hatinya dia berkata, "Aku pasti bisa bertemu dengan Anton kembali." Karena dia akan tinggal di Jakarta tentu saja dia juga mengurus kepindahan kuliahnya. Benar-benar hari yang sangat melelahkan untuk Vina.
Saat bersantai duduk di dekat jendela kamarnya, dan sedang menikmati udara sore yang segar. HP-nya berdering ada panggilan, tapi dari nomor tidak dikenal, Vina sedikit ragu untuk menjawabnya, takut hanya orang yang ingin iseng saja.
"Ha-lo.." ucapnya lirih.
"Vinnaa..?" balas orang di seberang.
"Iya, ini aku Vina, kaukah itu..?" tanya Vina dengan penuh keraguan, suaranya tak asing bagi Vina. Ya, suara Anton.
"Iya, ini aku Vin. Bagaimana kabarmu?" tanya Anton dengan menahan air mata yang sudah di permukaan matanya.
"Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu? Kenapa kau tak kembali kesini? Apa yang terjadi denganmu?" Pertanyaan yang telah diduga oleh Anton sebelumnya memang benar terjadi, dan itu membuat teriris hatinya.
"Iya.. Maafkan aku Viin..." Anton tak tahan lagi menahan air matanya.
"Kenapa? Kenapa kau? Kenapa kau harus menangis? Apa yang terjadi? Jujurlah, jangan membuatkan semakin tak mengerti dengan semua ini..." tanya Vina kebingungan.
"Maaafkan aku, aku juga tak tahu harus bagaimana, dan aku pun tak tahu harus mengatakan apa kepadamu, sedang diriku ini juga tak ingin seperti ini," jawab Anton.
"Apa yang terjadi? Dan apa maksud perkataanmu?" Vina kian tak tenang mendengar ucapan Anton.
"Maafkan aku Vin, memang berat pilihan yang harus aku pilih, maafkan aku .... Aku harus meninggalkanmu, aku harus menikah dengan pilihan dari orang tuaku." Anton menjelaskan.
Mendengar itu semua, Vina lemas lunglai, air matanya kian mengalir deras, hatinya terasa begitu tersayat. Kenapa harus seperti ini? Kenapa ini terjadi pada kita? ucapnya dalam hati.
"Kenapa kau tak pernah mengatakan sejak dulu? Sejak aku belum benar-benar mencintaimu, sejak aku belum bisa memahamimu, sejak aku masih bisa memalingkan dirimu kepada yang lain? Kenapa kau tak pernah jujur padaku?" desaknya dengan isak tangis.
"Bagaimana aku bisa mengatakan ini kepadamu? Karena aku sendiri pun sebenarnya tak pernah menginginkan seperti ini, bagaimana aku bisa melepasmu begitu saja, aku mencintaimu, itu yang aku tahu," jawab Anton dengan suara aga serak menahan kesedihan.
Mereka berdua menangis bersama, keheningan sore itu pecah dengan suara tangisan dan luka yang mengiris hati mereka. Tak ada pilihan lain Anton harus menikah dengan pilihan orang tuanya. Karena orang tua Anton yang telah menyetujui pernikahan Anton dengan Callisa.
Vina harus melewati sendiri, harus sanggup melepaskan dan merelakan Anton, meskipun di dalam hatinya sedikit tak rela, bahkan tak rela Anton menikah dengan wanita lain. Rencana pemindahan dia ke Jakarta sempat ia ingin menundanya, tapi karena semua itu sudah dijadwalkan Vina harus tetap berangkat ke Jakarta. Vina berpikir, bagaiamana bisa hidup di Jakarta? tak ada saudara atau teman, bahkan orang yang dicintainya pun sudah bertunangan dengan wanita lain. Tak ada pilihan lain, dia mencoba menghubungi Ferdy dan berharap Ferdy bisa membantunya.
"Halo, Ferdy?" tanya Vina.
"Iya, ini aku Ferdy, Vina-kah ini? Gimana kabar kamu, Vin?" jawab Ferdy.
"Aku baik, Fer. Kamu gimana kabarnya?" Vina kembali bertanya.
Ferdy menjawab,"Aku juga baik, Vin"
"Owh ya Fer, aku mau minta tolong sama kamu. Apa bisa?"
"Apa Vin? Katakan saja, tak usah sungkan" ucap Ferdy, dia teringat dengan kata-kata Anton, harus membantu Vina dalam hal apapun.
"Aku akan pindah ke Jakarta, tapi aku tak tahu harus tinggal di mana." Vina menjelaskan.
"Hmmm... Bagaimana tinggal di rumahku saja? Bersama orang tua dan kedua adikku, karena memang aku sudah tidak tinggal di rumah itu lagi." Anton menawarkan pertolongan.
"Ah... tidak, aku tidak mau menjadi beban di keluargamu. Aku cuma minta bantuan kamu, carikan aku tempat tinggal, rumah atau apalah. Paling tidak, pas aku tiba di Jakarta, aku tidak bingung mau tinggal di mana," jawab Vina.
"Okelah. Memangnya tujuan kamu di daerah mana? Biar aku cari info yang dekat dengan tempat kerja kamu," tanya Ferdy
"Nantinya di daerah Tebet," jawab Vina.
"Baiklah, aku akan cari info tempat tinggal di daerah tebet. Kapan berangkat ke Jakarta?" Ferdy bertanya.
"Rencananya dua minggu lagi aku pindah ke Jakarta," jawab Vina memberitahukan.
Sejenak Ferdy terdiam, dia teringat bahwa Anton akan menikah dalam waktu sekitar tiga minggu lagi. Ferdy takut kalau terjadi sesuatu dengan Vina, jika tahu atau mendengar Anton akan menikah dalam waktu dekat ini. Anton menikah, berarti Vina sudah ada di Jakarta.
"Ada apa, Fer? Kok diam gitu? Apa tak ada infonya?" pertanyaan Vina mengagetkan lamunan Ferdy.
"Ah .... Aku lagi pikir-pikir siapa tahu aku punya teman di daerah Tebet." Ferdy berbohong.
Dengan merasa tidak enak hati, Vina menjawab, "Owh.., baiklah..! Terima kasih ya... dan maaf, aku sudah merepotkan kamu."
"Tidak apa-apa, Vin .... Tenang saja. sampai ketemu di Jakarta ya..?!" jawab Ferdy.
"Oke, thanks ya..." ucap Vina mengakhiri pembicaraan mereka via telepon.
***Bersambung ke Part -3
Post a Comment for "Cinta Yang Tak Sempurna #Part - 2"
Terima kasih telah membaca postingan pada blog saya. Silakan tinggalkan komentar, dimohon jangan menggunakan link hidup.
Terima kasih.
:) :)