Pergi Untuk Kembali Atau Kembali Untuk Pergi #Part - 2
***Part Sebelumnya...
Pernyataan yang sangat mengejutkan untuk Rives dan Jenderal Jordan. Arash hanya berusaha jujur. Sejak pertama melihat Rives di hutan, saat perang terjadi beberapa minggu yang lalu, Arash memang sudah terpesona oleh gadis yang bernama Rives. Kemudian, Rives juga yang merawat Arash ketika Arash terkapar di Klinik. Memang saat itu kondisi Arash tak memungkinkan untuk melihat dengan jelas siapa yang telah merawatnya. Tapi hal itu bukanlah hal sulit untuk mencari siapa yang merawatnya. Arash tak kehabisan akal, tentu saja dia bertanya kepada kepala dokter di Klinik, yaitu ibu Julia.
Pernyataan yang sangat mengejutkan untuk Rives dan Jenderal Jordan. Arash hanya berusaha jujur. Sejak pertama melihat Rives di hutan, saat perang terjadi beberapa minggu yang lalu, Arash memang sudah terpesona oleh gadis yang bernama Rives. Kemudian, Rives juga yang merawat Arash ketika Arash terkapar di Klinik. Memang saat itu kondisi Arash tak memungkinkan untuk melihat dengan jelas siapa yang telah merawatnya. Tapi hal itu bukanlah hal sulit untuk mencari siapa yang merawatnya. Arash tak kehabisan akal, tentu saja dia bertanya kepada kepala dokter di Klinik, yaitu ibu Julia.
“Bagaimana denganmu
Rives? Apakah kamu menerima Arash untuk menikah denganmu?” tanya
Jenderal Jordan ke Rives.
Rives tak menjawabnya, ia
hanya mengangguknya tanda ia setuju untuk menikah dengan Arash.
Pernikahan berlangsung
secara sederhana dan hidmat di markas ini. Rives mencoba mematikan
rasa egoisnya. Mencoba menerima kenyataan. Baginya, mungkin sudah
biasa jika ada sepasang kekasih yang selalu mencintai lalu menikah.
Dan kali ini adalah hal yang luar biasa, dia menikah terlebih dahulu
kemudian belajar untuk mencintai.
Pernikahan ini tak pernah terpikirkan oleh Rives. Menikah dengan
seorang tentara, seperti langit dan bumi saja rasanya.
Setelah mereka menikah,
esok hari Arash harus pergi untuk menjalankan tugas. Dia harus
meninggalkan Rives di asrama. Rives masih beruntung memiliki
amak-anak asuh untuk mengusir sepi. Di awal pernikahan ini, Rives
belum bisa beradaptasi, dia merasa seperti boneka yang kerjanya hanya
menunggu. Berminggu-minggu hanya itu yang ia rasakan, meskipun Arash
selalu pulang setelah satu atau
dua minggu bertugas. Tetapi hati Rives masih saja belum bisa
menerima Arash sepenuhnya.
Hari ini, hari Rabu.
Masih dalam suasana pagi. Cahaya cerah sang Surya menghangatkan tubuh
Rives yang sedang menyiram bunga di halaman asrama. Wajah cantik nan
segar itu bersaing dengan indahnya bunga-bunga yang bermekaran. Andai
saja negeri ini sedang aman, mungkin Rives akan menikah dengan orang
lain, tentunya bukan dengan seorang
tentara.
Ketika hari mulai
beranjak siang, Rives mulai mengajar anak-anak asuhnya. Tiba-tiba
Arash pulang, tidak seperti biasanya Arash
pulang secepat ini. Baru dua hari Arash bertugas, biasanya sampai
satu minggu. Apakah ada masalah dengan Arash? Rives dengan langkah
cepat mendekat dan tersenyum padanya. Dan jelas itu senyum palsu,
tapi tak ada yang tahu, bahkan Arash sekalipun.
Arash menggandeng tangan
Rives dan mereka berjalan menuju asrama.
"Aku sangat
merindukanmu." Arash tiba-tiba memeluk denga erat.
"Aku sangat
mencintaimu Rives." Lanjutnya, dan mengecup kening Rives.
Rives hanya menghela
nafas panjang, dan mencoba membalas pelukannya. Ketika tangan Rives
berada di lengan kanan Arash, Rives mendapati lengan Arash basah.
Rives menatap jemarinya. Dia kaget, ternyata lengan Arash berdarah.
"Oh tidak, kamu
terluka. Biarkan aku bersihkan lukamu."
Arash terkena tembak di
lengan kanannya. Kali ini Rives benar-benar merasa khawatir. Dengan
lembut Rives mencoba membalut luka di lengan Arash. Sakit dan perih
tak dihiraukan oleh Arash. Dia tak mau dibius, dia ingin melihat
dengan jelas, bagaimana Rives mengobati lukanya. Rives benar-benar
tak tega melihat Arash menahan rasa sakitnya. Sesekali Rives
tersenyum dan berhenti sejenak mengobati lukanya.
Setelah lukanya diobati,
Arash tertidur. Dia terlihat sangat letih. Rives mencoba membereskan
perkakas perangnya. Selama ini Rives belum pernah melihat isi
lengkapnya. Di tasnya tersusun rapi peluru, beberapa bom,
pisau, obat bius, dan peralatan logistik lainnya. Kemudian
Rives mengambil pistol pada celana yang dikenakan Arash. Ada 4 buah
pistol jenis Roarke 38. Pistol ini adalah
jenis pistol yang sangat berbaya, karena ketika ditembakan maka
peluru akan meleleh dalam hitungan detik dan menebar racun ke seluruh
tubuh pada orang yang di tembak.
Lalu, Rives juga
mengambil baju perangnya. Ia menemukan sebuah dompet, dan berisi
beberapa kertas dan lainnya termasuk uang senilai dua ratus ribu.
Yang membuat Rives bergetar bukanlah uangnya, melainkan cincin dan
foto pernikahannya. Arash selalu membawa benda itu. Bukan hanya itu,
di saku bajunya juga ditemuman foto Rives saat masih mengajar di
hutan. Di belakang foto itu bertuliskan "I Love you"
Rives benar-benar hanyut
dan merasa bersalah. selama ini Rives hanya menganggap pernikahannya
hanyalah sebuah "Perubahan Status". Rives mau menikah
dengan Arash hanya beralasan bahwa Arash pernah menolongnya ketika ia
dan anak-anak asuhnya di hutan. Sungguh di luar dugaan Rives,
ternyata Arash tulus mencintai Rives. Rives akhirnya
sadar, dan dia berjanji mulai detik ini Rives akan menerima Arash
sepenuh hati, jiwa dan raganya. Rives akan mencintainya
merindukannya, dan tak akan pernah ada pria lain di hati Rives.
##
Dalam dua minggu menemani
Arash yang sedangg memulihkan luka, Rives mulai menemukan
kedamaian yang belum pernah ia temukan sebelumnya.
" Sayang,, aku ingin
mengatakan sesuatu padamu." ucap Rives dengan Ragu.
"Ya, apa itu
sayang?" balas Arash.
Namun Rives tertunduk,
dia ingin jujur, tapi takut. Rives takut Arash tidak akan
memaafkannya karena kecewa.
"Maafkan aku, aku
benar-benar minta maaf.." pelan ucapnya.
"Maaf? Untuk apa
sayang? Memangnya kamu berbuat salah apa?"
Arash mendekat ke Rives
yang sedang duduk di sebelahnya. Arash memeluk dan mengecup kening
Rives.
"Ada apa sayang?
Kenapa hatimu tak tenang seperti ini?" Lanjut Arash. Dia
mengangkat dagu Rives.
"Maafkan aku, selama
ini aku tak pernah mencintaimu. Aku tersadar kamu sangat mencintaiku
saat kamu terluka. Aku mencintai dan menerimamu dengan sepenuh hati,
baru-baru akhir ini. Sekali lagi maafkan
aku...." Kalimat Rives terputus, karena Arash langsung
memeluknya dengan erat.
"Aku tak peduli kamu
mencintaiku sepenuhnya atau tidak. Kamu mau menjadi istriku itu sudah
lebih dari cukup. Aku tahu, aku bukan suami yang baik bagimu, aku
sering meninggalkanmu, membuatmu kesepian, membuatmu khawatir. Aku
mengerti itu. Pastilah kamu juga ingin mendapatkan perhatian dari
pasanganmu, layaknya wanita lain. Aku memahami itu, justru aku yang
seharusnya meminta maaf padamu..."
Rives kian meneteskan air
matanya.
"Sungguh
beruntungnya diriku mempunyai suami sepertimu.." ungkap Rives.
Ikrar cinta dari hati
Rives yang terdalam telah ada. Tak pernah terbayangkan sebelumnya,
Rives menjadi seorang istri tentara.
Hari itu hari Kamis,
Rives ikut mempersiapkan peralatan perang milik suaminya. Yah, Arash
harus kembali bertugas di medan perang. Berat memang, harus berpisah
dengan orang yang dicintai. Dan yang
membuat berat langkah Arash adalah Rives sedang mengandung buah hati
mereka. Usia kandungannya masih 4 minggu. Semoga dengan adanya jabang
bayi yang dikandung Rives, bisa menambah "kekuatan" bagi
Arash.
"Sayaang......"
Rives seakan-akan tak rela jika Arash pergi berperang. Arash
menghentikan langkahnya, dan mendekati Rives. Memeluknya.
"Aku pasti kembali,
percayalah..” ucap Arash. Mata Rives
berkaca-kaca.
"Aku akan kembali di
pelukanmu, aku juga akan melihat anak kita tumbuh."
Rives hanya menganggukan
kepala, tak
sanggup mengeluarkan kata-kata.
"Aku tak ingin
menutup mataku, aku tak ingin kehilangan hangatnya pelukmu, lembutnya
belaianmu dan aku tak ingin anakku tak mengenalku sebagsi ayahnya.
Ini janjiku padamu, jika aku lupa, ingatkan terus, jangan lelah untuk
mengingatkan janji ini padaku. Aku pasti akan kembali. Jaga dirimu
dan anak kita. Aku akan sangat merindukan kalian. Aku mencintaimu
Rives.... sangat-sangat mencintaimu."
"Jaga dirimu
baik-baik di sana sayang. Aku dan anak kita, akan selalu menunggumu
untuk pulang. Itu pasti. Aku akan selalu menunggumu. Aku juga sangat
mencintaimu."
Deraian air mata Rives
melepas Arash untuk pergi bertugas. Rela tak rela harus direlakan.
Begitu juga Arash, rasanya sangat berat meninggalkan istrinya yang
sedang mengandung. Mereka berdua hanya bisa berharap, semua akan
baik-baik saja.
“Lindungi dia ya Tuhan,
jaga suamiku dengan sangat baik.. Jaga dia.. Aku mencintainya, sangat
mencintainya..” Ungkap Rives setelah mengantarkan Arash pergi untuk
kembali berperang. Hanya do’a yang bisa ia panjatkan, hanya harapan
yang bisa ia impikan. Semoga Tuhan selalu melindungi Arash, dalam
keadaan apa pun, dan di mana pun. Agar bisa kembali bersama keluarga
kecilnya.
***Bersambung ke Part 3
***Bersambung ke Part 3
Post a Comment for "Pergi Untuk Kembali Atau Kembali Untuk Pergi #Part - 2"
Terima kasih telah membaca postingan pada blog saya. Silakan tinggalkan komentar, dimohon jangan menggunakan link hidup.
Terima kasih.
:) :)