Pergi Untuk Kembali, Atau Kembali Untuk Pergi #Part - 4
Part sebelumnya...
Rives sedang berjalan-jalan, entah mengapa ia memilih untuk pergi ke hutan, di mana ia pertama kali bertemu dengan Arash. Dia sendirian, dengan perlahan dia melihat sesosok pria yang sangat ia kenal. Mereka berdua berjalan saling mendekati.
"Araaasshh..." Rives
hampir menjerit melihat wajah itu.
"Aku sangat merindukanmu
sayang. Kau terlihat lebih kurus. Kau baik-baik saja kan sayang?"
Tanya Rives yang bertubi-tubi saat jatuh di pelukan Arash. Segala
rasa ingin ia curahkan.
"Aku juga sangat merindukanmu
sayang. Aku baik-baik saja, hanya akhir-akhir aku sangat sibuk."
Arash meyakinkan Rives, dia memegang pipi Rives dengan lembut, dan
menatap matanya dalam-dalam. Tatapan mata yang penuh cinta dan kasih
sayang.
"Sibuk? Apa kesibukanmu itu
yang membuatmu tidak ikut pulang dengan teman-temanmu?"
Tanya Rives.
"Iya sayang, maafkan aku. Saat
ini aku belum bisa pulang. Tapi, aku sudah berjanji pada diriku
sendiri, bahwa aku akan pulang. Karena mu sayang, karena aku sangat
mencintaimu, dan itu pasti."
"Tapi kenapa? Kenapa kau
sendiri yang masih sibuk?" Rives ingin tahu.
"Masih banyak yang harus aku
selesaikan. Sayang, maafkan aku. Saat ini aku benar-benar tak bisa
menemanimu. Tapi, percayalah padaku, aku akan segera kembali padamu,
setelah semuanya selesai. Kau lah satu-satunya tempat di mana aku
harus kembali. Kau lah satu-satunya wanita yang aku cintai, tak
mungkin ku meninggalkanmu. Jika aku meninggalkanmu dan membiarkanmu
terluka, itu sama saja aju menembakkan peluru ke kepalaku dengan
tanganku sendiri."
Arash memeluknya, "Sayang.."
Lanjutnya. "Aku mohon pada dirimu, jaga dirimu baik-baik,
jaga kesehatanmu dan bayi kita. Aku mohon dengan sangat, jangan siksa
dirimu dengan air mata yang terus mengalir. Buah hati kita harus
lahir dengan selamat dan sehat, begitu juga dirimu, kau juga harus
sehat."
"Iya, maafkan aku. Aku terus
memikirkanmu, sehingga aku lupa dengan kesehatan bayi kita. Aku
berjanji padamu, mulai sekarang, aku akan menjaga kesehatan diriku
dan buah cinta kita."
Perlahan-lahan Arash melepaskan
pelukannya. Selangkah demi selangkah dia mundur, menjauh dari Rives.
"Sayang, jangan pergi, aku
mohon." Pinta Rives.
"Sayang, maafkan aku, masih
banyak tugas yang harus ku selesaikan. Aku pasti kembali padamu.
Percayalah, itu janjiku."
Semakin Rives mengejarnya, Arash
semakin jauh, bahkan tak terlihat lagi. Rives masih mencarinya, di
mana dia? Kenapa dia tiba-tiba menghilang.
"Araaaassssshhh...."
Rives menjerit dan terbangun dari tidurnya.
"Ya Tuhan ku, apakah aku
bermimpi? Seperti nyata, sentuhan dan tatapan matanya begitu jelas.
Benarkah dia masih sibuk dengan tugasnya? Tuhan, lindungilah suamiku,
du mana pun dia berada. Hanya Engkau yang mampu menjaganya dengan
baik."
Rives segera beranjak dari tempat
tidurnya. Membuka jendela dan menghirup udara sejuk di pagi hari.
Embun masih membasahi dedaunan, bunga di taman mekar indah berseri.
Rives menatap taman kecil penuh dengan kebahagiaan, seolah-olah bunga
yang mekar menggambarkan suasana hati Rives yang sedang bersemi
setelah kering dan tandus, dan mendapat embun pagi yang sejuk.
Kemudian, ia menuju ke dapur, menengok persediaan bahan makanan di
lemari pendingin. Beruntunglah Rives yang memiliki ibu Julia,
sehingga lemari dingin itu selalu penuh dengan bahan makanan yang
segar.
Dan ini adalah kali pertama Rives ke
dapur setelah tragedi Arash yang menghilang. Pagi itu, ia mencoba
membuat soup dengan kaldu daging sapi. Dia menyadarinya, bahwa
dirinya dan juga kandungannya kekurangan gizi. "Mari kita
makan nak, maafkan ibu yang selama ini telah menelantarkanmu. Kamu
yang sehat yang nak. Dan percyalah kepada Ibu, Ayah pasti akan
pulang. Ayah akan menggendongmu, bercanda tawa denganmu dan
menyayangimu sepenuh hati." Rives mengelus perutnya sendiri
yang kini semakin membesar. Ia mencoba mengajak berbincang dengan
buah hatinya.
Ketika hari mulai beranjak siang, Rives
kembali mengajar anak-anak asuhnya. Dia mulai berbagi canda dan tawa
kepada anak-anak yang telah kehilangan orang tua dan keluarganya.
Mereka juga berbahagia melihat Rives ceria kembali.
"Ibu hari ini sangat cantik."
Ucap anak asuhnya yang bernama Salma, yang masih berusia enam tahun.
"Iya, benar.. Ibu hari ini
sangat cantik, berbeda dengan hari-hari kemarin." Imbuh
teman-teman Salma. Rives hanya tersenyun manis.
"Ahahaha.. kalian bisa saja
menghibur dan membuat tertawa ibu." Jawab Rives ke
anak-anak.
"Ny. Rives.." tiba-tiba
ada yang memanggilnya.
"Sam?" sapa Rives.
"Maaf nyonya, boleh kami
mengganggu waktu anda sebentar?" Sam bersama seorang pria
yang belum pernah Rives lihat.
"Owh ya, silakan, tidak apa-apa."
Jawab Rives sambil menunjuk asrama kepada Sam.
"Owh tidak usah di dalam rumah,
di sini saja dengan anak-anak. Mmm.. oh ya, Ny. Rives, perkenalkan
ini adalah Brian dari World News. Dia ingin menanyakan sesuatu kepada
Anda. Apakah anda tidak keberatan?" Jelas Sam dengan
teratur.
"Oh ya, tidak apa-apa. Senang
bertemu dengan Anda Tn. Brian." Sapa Rives ke Brian.
"Iya Ny. Rives, senang juga
bisa berjuma dengan Anda. Maksud kedatangan saya ke sini adalah,
kalau diizinkan saya ingin bertanya-tanya tentang suami Anda, kapten
Arash."
"Iya boleh saja."
"Sebelumnya, saya minta maaf
Nyonya."
"Kapten Arash, suami Anda,
sebulan yang lalu telah berhasil menyerang benteng pertahanan lawan.
Dan yang diserang adalah gudang senjatanya, yang mengakibatkan
pesawat tempurnya ikut meledak. Ya, kita semua tahu akan hal itu, dan
sampai saat ini pun kapten Arash belum ditemukan. Menurut Anda,
apakah suami Anda itu masih hidup?" Sungguh kalimat yang
mencengangkan bagi Rives. Sam juga ikut terkejut mendengarkan
pertanyaan yang dilontarkan oleh Brian itu.
Rives tersenyum, "Iya, saya
sangat yakin, suami saya masih hidup. Kapten Arash masih hidup. Suatu
saat dia pasti kembali di sini. Mungkin ini adalah pernyataan yang
tidak masuk akal, dan mungkin sebagian orang akan menganggap saya
gila. Tapi sampai saat ini saya masih bisa merasakan hembusan
nafasnya, detak jantungnya dan desiran darahnya."
"Dan bagaimana pendapat Anda
tentang negara ini yang tidak melanjutkan pencarian suami Anda yang
sudah sangat berjasa pada negeri ini?" Lanjut wartawan itu.
"Tidak masalah bagi saya,
karena negara ini juga masih banyak yang harus dikerjakan. Semua
teman-temannya sudah berusaha mencarinya, tapi memang belum
diketemukan. Saya rasa negara dan teman-temannya juga sudah berusaha
untuk mencarinya. Jadi, saya mohon kepada Anda, jangan kaitkan
hilangnya suami saya dengan hal-hal lain apa lagi yang menyangkut
negara ini. Itu sama sekali tidak ada hubungannya." Rives
mulai kesal.
"Baik Ny. Rives, terima kasih
atas waktu yang telah Anda berikan pada saya. Dan saya juga memminta
maaf yang mungkin ada kalimat yang kurang berkenan di hati Anda. Saya
permisi dulu." Wartawan itu berpamitan dan pergi
meninggalkan Rives.
Selang beberapa jam, setelah
mewawancari Rives, berita itu langsung tersebar di seluruh penjuru
dunia. Semua orang di dunia kini tahu apa yang sedang terjadi oleh
Rives. Kata-kata dari Rives juga mampu memberikan penyemangat kepada
istri tentara yang sedang ditinggal perang. Mereka semua turut
mendo'akan agar Arash segera kemnali kepada Rives dengan keadaan
selamat.
Semua orang dipenjuru dunia ini membaca
ucapan Rives yang dimuat di surat kaabar, baik kertas maupun digital,
tak terkecuali seorang tentara yang masih lemah karena sekujur
tubuhnya penuh luka ledakan amunisi.
Dan di balik kejadian itu, ada juga
pihak yang mendapatkan keuntungan fantastic. World News hanya dalam
hitungan jam telah meraup keuntungan sebesar USD 234.000. Bagaimana
tidak? Surat kabarnya terjual sangat laku hingga dicetak 10 juta exm.
Belum lagi melalui berita digital atau online yang mampu diakses oleh
manusia di mana pun berada.
###
Esok pagi yang cerah, Rives sedang
menikmati sarapan di rumah asrama itu. Dia sendiri, dan seperti biasa
mengajak mengobrol sang buah hati yang masih dalam kandungan.
"Tok tok.." Terdengar
ketukan pintu, Rives beranjak membukanya.
"Selamat pagi Ny. Rives."
Sapanya.
"Pagi juga Sam." Jawab
Rives.
"Maaf, pagi-pagi sudah
mengganggu waktu Anda. Maksud kedatangan saya adalah, Tn. Brian ingin
bertemu dengan Anda." Jelas Sam.
"Iya, silakan masuk."
Rives mempersilakan tamunya untuk duduk.
"Ada yang bisa saya bantu lagi
Tn. Brian?"
"Ny. Rives, maksud kedatangan
saya kali ini, saya ingin mengatakan bahwa apa yang Anda katakan pada
hari kemarin. Sungguh, banyak menginspirasi banyak orang di dunia
ini. Maaf, mungkin ini tidak seberapa, tapi Anda berhak untuk
mendapatkan royalti sebesar 50% dari keuntungan penjualan berita yang
berisi pernyataan Anda kemarin." Jelas Brian dengan penuh
semangat.
Rives beberapa saat masih terdiam,
seperti sedang memikirikan sesuatu.
"Ny. Rives, apa jumlahnya
terlalu sedikit? Atau katakan saja Anda mau berapa?" Tanya
Brian.
"Ambil saja untukmu."
Jawabnya tegas.
"Kenapa Nyonya? Kalau kurang,
katakan saja."
"Jika Anda benar-benar ingin
memberikan royalti 50% kepada saya. Lebih baik Anda berikan kepada
mereka-mereka yang membutuhkan. Di luar sana masih banyak masyarakat
yang kekurangan makanan, tempat tinggal, pengobatan atau perawatan
karena luka akibat peperangan. Banyak juga anak-anak yang terlantar
yang orang tuanya telah menjadi korban perang. Lebih baik Anda
memberikannya kepada mereka. Maaf, bukan saya tidak mau menerima
royalti ini. Ini jumlah yang sangat besar bagi saya. Tapi,
mereka-mereka yang di luar sana lebih berhak atas uang ini dari pada
saya." Dengan tegas dan tenang Rives menjelaskannya. Hal ini
membuat Brian merasa tertegun dan malu. Bahkan, tak mampu untuk
mengucapkan kata-kata lagi. Ia menjadi merasa hidupnya tak berarti.
Sam yang ikut mendengarkan perbincangan
itu, ia juga merasa tercabik hatinya, bahkan ia meneteskan air
matanya.
"Aku harus menemukanmu pak
Arash" Ungkapnya dalam hati.
"Baiklah Ny. Rives, akan saya
laksanakan amanah dari Anda ini. Sekali lagi saya ucapkan terima
kasih banyak."
"Iya, saya juga mengucapkan
terima kasih yang besar kepada Anda."
Setelah pulang dari markas tentara itu,
Brian langsung berkoordinasi dengan pihak penerbit. Dan akhirnya
Brian mendapatkan dana 80% dari penjualan berita kemarin. Dana itu ia
langsung bagikan untuk membantu para korban peperangan. Brian
membagikan makanan, obat-obatan, pakaian dan kebutuhan-kebutuhan
lainnya. Bahkan ia ikut membantu untuk membangun rumah-rumah yang
sudah rata dengan tanah.
Beberapa hari kemudian, Brian memberanikan diri untuk menulis sebuah artikel dengan judul
Beberapa hari kemudian, Brian memberanikan diri untuk menulis sebuah artikel dengan judul
"Kesempurnaan
Seorang Istri Sang Kapten"
Dia
bernama Sharmadhi Rives. Usianya masih tergolong muda, masih 27
tahun. Dia menikah dengan Kapten yang sangat tangguh, yaitu Arash.
Dia memang cantik dan lembut seperti wanita-wanita pada umumnya.
Namun, yang membuat saya terkesima bukanlah kecantikan fisiknya atau
karena dia menikah dengan seorang kapten.
Sharmadhi
Rives adalah wanita pertama dan mungkin tak ada duanya yang memiliki
hati mulia. Belum pernah aku bertemu dengan seorang wanita yang
seperti ini. Dia adalah seorang yang sangat mencintai suaminya dalam
keadaan seperti apa pun. Dia orang yang mampu bertahan meski keadaan
tak mengenakan.
Uang
bukanlah segalanya baginya. Dalam kesedihannya yang masih menunggu
sang suami (Kapten Arash), dia masih memikirkan nasib mereka-mereka
yang terlantar. Dia masih memikirkan masyarakat yang berjumlah tidak
kurang dari 10 juta jiwa di negeri ini. Dia masih memikirkan keadaan
mereka, masih membantu mereka-mereka yang terlantar. Dia tetap
berbagi dengan mereka yang membutuhkan.
Hal
itulah yang membuat aku malu pada diri sendiri. Selama peperangan
terjadi dalam kurun waktu 2 tahun ini, aku mendapatkan banyak uang
dari media-media, tapi belum pernah aku memikirkan mereka-mereka yang
menjadi korban perang. Padahal mereka selalu menjadi objek dalam
liputan beritaku.
Dengan
bertemunya Ny. Rives, aku seperti mendapatkan keajaiban untuk.membuka
mata hatiku. Terima kasih Ny. Rives, semoga Anda dan kandungan Anda
selalu sehat. Dan semoga sang suami, Kapten Arash segera kembali.
Dari pancaran mata Anda sudah sangat jelas, bahwa yang Anda harapkan
adalah suami Anda segera pulang, karwna Anda sangat mencintainya.
Dimana
pun Anda berada, Kapten Arash, kami semua mendo'akan Anda semoga Anda
dalam keadaan baik-baik saja. Kami semua juga sangat-sangat berterima
kasih kepada Anda, jasa Anda begitu besar untuk negeri ini.
Artikel itu pun menggemparkan dunia
lagi. Dengan munculnya artikel yang sekaligus pernyataan dari seorang
wartawan World News, banyak orang-orang di dunia ikut menyisakan
harta mereka untuk membantu meringankan beban negeri yang sedang
beranjak untuk bebas dari genjatan senjata.
Post a Comment for "Pergi Untuk Kembali, Atau Kembali Untuk Pergi #Part - 4"
Terima kasih telah membaca postingan pada blog saya. Silakan tinggalkan komentar, dimohon jangan menggunakan link hidup.
Terima kasih.
:) :)