Romansa Cinta di Tanah España - Part 1
Kali ini aku suguhkan sebuah cerita bersambung yang berlatarkan di negeri sepak bola. Sebenarnya ini keinginan diri sendiri yang ingin melancong ke tanah di mana Santiago Bernabeu berdiri megah. :3
Langsung saja ke ceritanya, kalau bahas Santiago Bernabeu nanti bahas sepak bola :D
ROMANSA CINTA DI TANAH ESPAÑA - Part 1
Oleh : Ery Udya
Hal
yang paling menyebalkan dalam hidupku adalah ketika harus berpindah
rumah. Bagaimana tidak? Kalian bisa membayangkannya sendiri bukan?
Berpindah rumah atau pun tempat tinggal itu sangat-sangat ribut.
Harus mengemas barang-barang ini, itulah, belum lagi baju yang
sebanyak dua lemari itu harus dimasukkan ke dalam koper semua.
Packing-packing ke dalam kardus, dan belum lagi aku tidak boleh
meninggalkan sesuatu yang aku sukai, ya meskipun hanya sebuah bola.
Tapi aku menyukainya. Karena ini permainan yang paling menyenangkan
dan paling bisa menyedot semua atmosfir pada diri manusia. Termasuk
kalian juga pasti kalian suka menonton pertandingan sepak bola bukan?
Dengan sepak bola, semua orang akan bersatu untuk mendukung tim
kesangannya.
Loh,
sampai membahas sepak bola juga, kembali ke permasalahanku. Aku hari
ini harus ikut orang tuaku yang harus meninggalkan negara Indonesia
tercinta ini. Well, ayahku mendapatkan tugas di luar negeri,
mau tidak mau aku sebagai anak yang berbakti harus meninggalkan semua
yang ada di Indonesia. Aku pasti akan merindukan rendang, sate, mie
ayam, bakso, rujak cingur, gudeg, soto, asinan, ketoprak dan masih
banyak lainnya yang tidak aku sebutkan semuanya.
“Andre,
sudah selesai belum beres-beresnya? Buruan kita mau segera
berangkat.” Suara mamaku yang mendera mendesakku untuk segera
bergabung dengan mereka.
“Iya
Ma, sebentar. Tinggal buku-buku kesukaan Andre yang belum siap, masih
kurang kardusnya.” Jawabku.
“Andre!
Buruan kita bisa telat, pesawat tiga puluh menit lagi berangkat.”
Sela papaku.
“Okay,
okay,” terpaksanya aku harus meninggalkan beberapa buku-buku
dan bola karena tidak muat lagi di koper. Berat rasanya harus
meninggalkan kamar yang sudah ku huni selama belasan tahun.
Ini
memang aneh, tetapi kenyataan. Meskipun aku sudah ikut tergesa-gesa
ke bandara, dan paham akan kesibukan papaku yang harus ke luar
negeri. Tapi, aku sampai di pesawat aku belum tahu ini akan pergi ke
negara mana. Paspor, Visa, dan kelengkapan migrasi lainnya, tidak aku
cek. Itu urusan bos besar, buatku yang penting jangan melawannya,
kalau berani melawannya, bisa-bisa aku ditendang sebagai anak.
Setelah
perjalanan udara yang memakan waktu hampir delapan belas jam, tibalah
di bandara tujuan. Aku tertidur di pesawat, sehingga ketika pesawat
berlandas, aku sedikit pusing dan bingung. Ini di mana? Dengan rasa
malas yang masih menerpaku, aku ikuti saja langkah orang tuaku. Aku
percaya mereka tidak akan membuangku di sini.
Aku
berjalan mengikuti orang tuaku. Melirik ke kanan kiri, bertanya-tanya
terus dalam hati. Ini di mana? Kenapa aku mendengar suara orang-orang
seperti di telenovela-telenovela? Kenapa aku seperti masuk dalam
kerajaan yang berabad-abad lampau. Suara khas mereka, aku masih asing
dengan bahasa mereka. Yang jelas ini bukan Inggris, kalau di Inggris
sudah pasti aku bisa menyesuaikan diri, karena biar bagaimana pun aku
memiliki keahlian bahasa Inggris yang cukup baik.
Tidak
berapa lama kemudian, kami dijemput oleh Staf Kedutaan Besar Rakyat
Indonesia (KBRI) untuk menuju rumah dinas orang tuaku. Di sepanjang
jalan kami disuguhkan dengan arsitektur-arsitektur kuno yang sangat
megah. Aku terpesona melihatnya. Terdengar sayup-sayup alunan musik
klasik yang begitu mengental di telingaku. Rasanya aku tidak asing
lagi ini di mana. Musik itu, sering aku dengar, tetapi aku masih
malas untuk mengingat apa yang pernah aku tahu. Yang terpenting
bagiku sekarang adalah cepat sampai rumah dinas orang tuaku, dan aku
mau langsung istirahat karena aku sudah sangat lelah.
“Berapa
lama lagi kita sampai ke tujuan, Pa?” tanya mama ke papa.
“Sekitar
tiga puluh menit lagi.” Jawab papa.
“Mudah-mudahan
tidak macet, Mama sudah capek mau istirahat.”
“Tenang,
Ma, ini bukan Jakarta, jadi jangan khawatir, tidak akan macet di
sini.” Jelas papaku.
Dengan
keadaan setengah tidur, dan setengah terjaga, aku mendengarkan
obrolan kedua orang tuaku. Aku senang mengetahui kalau di sini tidak
akan ada macet. Sungguh luar biasa. Aku bisa kemana-mana kalau bosan
di rumah.
Memang
benar kata papaku, tidak ada macet di sini. Akhirnya kami sampai
rumah dinas tepat waktu. Kami tidak langsung mengemasi barang-barang.
Barang-barang yang kami bawa masih kami letakan di ruang tamu secara
berjejer dan menumpuk. Sungguh luar biasa barang-barang yang kami
bawa. Tetapi aku menyesal kenapa aku harus membawa banyak baju, toh
di sini nanti aku bisa membeli baju.
Aku
mendengar papaku mengobrol dengan staf itu, tapi bahasa papa aneh,
papa menggunakan bahasa negeri ini. Oh Tuhan, papaku bisa menggunakan
bahasa seperti orang-orang yang di telenovela-telenovela itu? Sungguh
ini pertama kali aku mengetahui, karena aku tidak pernah tahu akan
hal ini sebelumnya. Aku pusing mendengarkan mereka mengobrol, aku
tidak tahu apa yang mereka bicarakan.
Aduh,
kenapa aku lebih bodoh dari papaku? Memalukan sekali ini? Ah
sudahlah, saat itu aku langsung masuk ke kamar dan membaringkan diri
di kasur yang empuk. Aku tidur.
Post a Comment for "Romansa Cinta di Tanah España - Part 1"
Terima kasih telah membaca postingan pada blog saya. Silakan tinggalkan komentar, dimohon jangan menggunakan link hidup.
Terima kasih.
:) :)