Romansa Cinta di Tanah España - Part 4
Part sebelumnya...
Aku
meninggalkan kantor sekitar jam sembilan malam. Orang di rumah sudah
menunggu untuk makan malam. Ini tidak biasanya aku pulang terlambat
seperti ini.
“Baru
plang, Ndre?” tanya Mama.
“Sudah
punya pacar, jadi pulang telat?” Papa mulai meledek.
“Ma,
Pa, Andre pulang telat itu bukan karena ada pacar, tapi karena
pekerjaan.” Aku berkilah. Karena memang aku belulm punya pacar.
Jomblo dan bangga, itu gayaku. Hahahaha....
“Mau
mandi dulu atau mau makan malam sama kami?” teriak Mama. saat
kumasuk ke kamar.
“Andre
mandi dulu, badan Andre sudah panas.”
Sebenarnya
makan malam sendiri seperti ini sungguh tidak enak. Tapi mau apa
lagi. Terpaksa makan malam sendiri, aku harus memaksanya makan karena
perut sudah mulai tidak tahan dengan rasa lapar. Selesai makan,
kembali masuk ke kamar, sebenarnya tidak tidur, tetapi ingin mencari
sesuatu di internet. Aku mencoba mencari tahu tentang Shelly
Hernandez. Ternyata mudah untuk kutemukan tentang dia. Sebuah artikel
yang cukup relevan ini membuatku tersenyum lebar.
--
Shelly
Hernandez, gadis berusia 23 tahun. Lahir di kota Pontianak pada
tanggal 13 Desember 1987. Gadis yang berdarah campuran antara
Indonesia dengan Spanyol ini memiliki wajah yang sangat rupawan.
Ibunya seorang rumah tangga biasa, dan ayahnya dulu adalah pebisnis
yang singgah di kota Pontianak untuk berlibur di Kapuas menikmati
panas di garis khatulistiwa.
Orang
tuanya dulu bertemu ketika sang ayahnya mampir ke warung makan, dan
di situ ibunya masih menjadi pemilik warung. Dari pandangan pertama
itulah mereka jatuh cinta, yang kemduian menikah dan dikarunia
seorang putri dan memberinya nama 'Shelly Hernandez'. Mereka tinggal
di kota Pontianak sampai Shelly berumur lima belas tahun.
Karena
pasang surut usaha di Pontianak saat itu tidak stabil, akhirnya
mereka memutuskan untuk ke Spanyol, tempat kelahiran ayah Shelly.
Shelly tumbuh dan berkembang di negara Matador, hal yang luar biasa,
dia bisa beradaptasi dengan cepat. Karena memiliki paras yang
menawan, banyak fotografer-fotografer yang mencari dia untuk
menjadikannya model. Dari semua model yang telah dilakoni, dia
memilih terjun ke model fashion sejak usia delapan belas tahun. Kini
sudah menjadi model yang terkenal di negeri Matador, bahkan tersiar
kabar, dia sering menjadi bintang tamu di Mancester, England...
--
Mataku
berat, sehingga tidak bisa melanjutkan membaca artikel tentang
Shelly. Saat terbuka mata ini, aku mendapati laptop yang sudah mati
karena kehabisan baterai. Seperti orang yang sedang mabuk,
terhuyung-huyung mencari ponsel. Mengecek jam, ternyata masih jam 2
pagi. Setelah memindahkan laptop di meja samping tempat tidur,
kuterlelap kembali dalam alam mimpi.
Esok
pagi terbangun dari suara-suara musik klasik di jalanan. Aku
mengintip dari jendela kamar untuk melihat orang-orang tumpah ke
jalanan. Dengan sekuat tenaga, kucoba membuka mata, menguceknya agar
bisa melihat dengan jelas. “Mungkin sedang ada festival,”
pikirku. Aku tak ambil pusing dengan kegiatan apa itu. Mungkin juga
sudah menjadi tradisi di kota ini. Mereka berarak beriringan
memainkan dan menyanyikan lagu klasik.
Bingung
pun melanda di weekend ini. Orang tuaku sudah pergi untuk berkencan
dan meninggalkan anaknya yang semata wayang berwajah tampan ini
sendiri di rumah. Terlihat di meja makan sudah ada sandwitch dan jus
mangga untuk sarapan. “Ini makanan Eropa!” keluhku sambil
mengunyah sandwitch. Terkenangku akan makanan rumah yang dulu,
kumerindukan makanan Indonesia yang kaya dengan rempah-rempah.
Aku
termenung sendiri di rumah, akhirnya memutuskan untuk pergi sekedar
jalan-jalan atau menikmati kota Madrid. Saat duduk di alun-alun Plaza
Mayor, ada seorang anak kecil yang sedang memainkan bola. Langsung
melintas di pikiranku, kenapa tidak main ke Stadion Santiago Bernabeu
yang merupakan markas besar untuk F.C. Real Madrid? Tidak pikir
panjang segera meninggalkan Plaza Mayor menuju Santiago Bernabeu. Aku
merasa diri ini sangat bodoh sekali. Sudah berbulan-bulan tinggal di
Madrid, tetapi belum sekalipun aku mengunjungi ke Santiago Bernabeu.
Ini
adalah kesempatan pertamaku singgah di stadion yang megah nan mewah.
Berpuluh-puluh ribu orang sudah mengantri untuk membeli tiket
pertandingan malam ini. Mungkin ini yang dinamakan magnet dari sepak
bola raksasa. Masih pagi saja ribuan orang sudah mengantri. Bagusnya,
mereka tertib, tidak berdesak-desakkan.
Untuk
mengisi waktu luang, aku mengikuti tour keliling Santiago Bernabeu.
Di sana bisa melihat ruang ganti pakaian para pemain sepak bola yang
terkenal. Selain itu juga diajak untuk melihat Press Room dan ruang
piala yang telah jadi milik Real Madrid. Dari pagi aku berjalan-jalan
mengililing Santiago Bernabeu, dan tak terasa sudah mulai malam. Kian
malam kian ramai, ini lah pusat sepak bola Madrid. Bergemuruh tumpah
menjadi satu, lautan manusia kini pindah ke sebuah stadion.
Aku
ikut berdesak-desakan dengan semua orang, tetapi mereka masih bisa
tertib. Kami ramai-ramai berjalan menuju tribun untuk menyaksikan
pertandingan sepak bola. Aku mencari tempat duduk di tribun, nomor
22267. Aku kurang memperhatikan siapa saja yang ada di sekliling,
karena memang aku tidak mengenal mereka. Tak sengaja aku menabrak
seseorang dan kepala kami berbenturan.
“Aw....”
keluhnya. Mungkin terasa sakit karena kami berbenturan. Kepalaku juga
terasa pusing. Aku mengulurkan tangannya untuk menolong, karena dia
sampai terjatuh.
“Andre?”
ucapnya terkejut.
“Shelly?
Benarkah ini?” aku lebih terkejut lagi.
“Kita
bertemu lagi. Aku senang bertemu denganmu di sini.” Ucapnya.
“Iya,
aku juga senang berjumpa denganmu di sini. Dan maaf aku tidak sengaja
menabrakmu.” Aku meminta maaf karena telah membuatnyaterjatuh.
“Ah,
tidak apa-apa.”
Akhirnya
kami duduk berjejer, sebenarnya nomor duduk Shelly 22265, tetapi dia
berhasil merayu salah satu penonton untuk menukar tiketnya. Jadi,
kami duduk berdua di antara ribuan orang untuk menyaksikan Cristiano
Ronaldo dan kawan-kawan bertanding.
“Apa
aku tidak salah?” aku mencoba memecah kebisuan di antara kami.
“Salah
kenapa?” tanyanya.
“Kau
menyukai pertandingan sepak bola?”
Dia
hanya tersenyum dan tidak menjawabnya.
“Kenapa
tersenyum? Apa salah dengan pertanyaanku?” aku bertanya lagi.
“Kau
tidak salah, karena aku memang menyukai sepak bola Eropa.” Dia
mengakui kalau menyukai sepak bola Eropa.
“Aku
kira seorang model itu tidak akan pernah menyukai hal-hal seperti
ini.”
“Kau
salah, aku dari kecil sangat senang ketika melihat pertandingan sepak
bola seperti ini. Dan aku sangat mencintai klub Real Madrid ini.”
Sumber : Google Image |
Aku
tersenyum mendengar penjelasannya, tak ku sangka seorang gadis yang
anggun juga bisa menyukai sepak bola. Bagiku, ini adalah akhir pekan
yang sangat membahagiakan untukku. Melihat senyumnya yang begitu
mempesona dan bola mata yang indah, membuat siapa saja ingin tetap di
dekatnya. Meskipun aku tahu, sepertinya hal ini tidak mungkin.
Siapalah aku, sedangkan dia seorang model. Mungkin juga semua orang
merasakan hal yang sama, mengagumi dia karena dia model.
Post a Comment for "Romansa Cinta di Tanah España - Part 4"
Terima kasih telah membaca postingan pada blog saya. Silakan tinggalkan komentar, dimohon jangan menggunakan link hidup.
Terima kasih.
:) :)