Romansa Cinta di Tanah España - Part 7
Malam
semakin merajut dan menguntai sepi. Retiro mulai ditinggalkan orang.
Menyepikan suasana hati yang masih dirundung pilu. Nyanyian sepi
mulai merambat ke jantung dan menyudutkan hati. Shelly masih tampak
muram, meski sudah berhenti menangis. Aku meninggalkan sejenak untuk
membeli dua cup coklat panas.
“Kau
tahu, coklat panas ini adalah sesuatu yang paling aku sukai saat aku
seperti ini,” ujarnya saat aku memberikan coklat panas itu.
“Iya,
aku juga menyukai coklat panas seperti ini. Aku sering menikmatinya
sendirian. Saat orang tuaku sibuk semua. Aku sendiri terdiam di
rumah, malas melakukan apa pun dan aku tidak pandai masak. So,
aku sering membuat coklat panas untuk menghilangkan rasa laparku.”
“Hahahaha...
kau bisa saja, Andre!” dia tertawa, dan membuatku senang.
“Itu
benar, Shelly. Orang tuaku sibuk semua. Ketika aku pulang ke rumah,
seringnya tidak ada makanan, kalau pun ada itu makanan yang tidak aku
suka. Karena aku memang pemalas, aku lebih memilih untuk membuat
coklat panas. Itu simple dan sangat lezat. Seperti saat ini.” Aku
memandang wajahnya. Dia tersenyum padaku.
“Baiklah,
sudah terlalu larut. Kita harus pulang. Orang tuamu pasti sudah
menunggumu.” Ucapnya.
“Iya,
kau mau pulang ke mana? Mau aku temani?”
“Tidak
usah, Ndre. Aku mau pulang ke restoran, mungkin di sana masih ada
beberapa makanan yang masih bisa aku makan. Dari pagi aku belum
lapar, ini baru kurasakan lapar.”
“Baiklah,
hati-hati di jalan,” ujarku.
“Iya,
tentu, kau juga.” Dia berlalu setelah meninggalkan senyum untukku.
Aku merasa sedikit lega karena telah menghilangkan muram di wajahnya.
Aku
kembali berjalan menyusuri kota Madrid. Tak terasa ini sudah hampir
jam satu pagi. Menghabiskan waktu dnegan Shelly sungguh tidak terasa.
Dan ini dalah kali pertamaku berdua dengan seorang perempuan lain,
biasanya hanya dengan mama atau dari keluarga besar. Tapi ini Shelly,
wanita yang begitu mempesona, namun sampai saat ini aku belum berani
mengatakan semuanya. Tapi aku sudah berjanji pada diriku sendiri, aku
akan mengatakan semua isi hatiku padamu, Shelly.
Sejak
saat itu, aku dan Shelly kian akrab. Aku sering datang ke
restorannya. Tidak jarang kalau papa pulang malam, aku mengajak mama
makan di Espania Resto. Dua juga menyukai tempat ini, mengobati rindu
kepada tanah air yang telah ditinggalkan.
***
Saat
ini aku sangat sibuk, banyak sekali permintaan design cover majalah
atau pun tabloid yang masuk ke emailku. Aku sampai lupa makan,
seharian penuh ini aku duduk di depan komputer yang membuat mataku
sakit. Dari pagi aku hanya fokus dengan pekerjaan, aku melupakan
orang di sekitarku. Aku baru menyadarinya, saat aku akan pulang.
Aku
mencari Shelly, aku menyusuri tempat parkir mobil, ternyata masih ada
mobilnya.
“Dia
belum pulang,” ucapku. Aku kembali ke kantor mencarinya. Menyusuri
ruang yang telah sepi. Shelly, Shelly, Shelly, hanya Shelly yang ada
di dalam benakku.
“Shelly...?”
aku mendapatinya, Shelly sedang menangis di ruang tunggu toilet. Dia
menoleh kepadaku. Mungkin dia terkejut karena aku ada di situ.
“Andre...?”
dia langsung menghapus air matanya. Dan segera tersenyum padaku. Aku
tahu, itu adalah senyum palsu.
“Ada
apa, Shelly? Kenapa kau menangis?” tanyaku.
“Tidak
ada apa-apa,”
“Shelly,”
aku memegang bahunya dan membalikan badannya untuk menatapaku.
“Katakan padaku, ada apa? Dan jika memang ada masalah, berceritalah
padaku, aku akan berusaha untuk membantumu.” Jujur saja, aku tidak
sanggup melihat dia menangis, aku tidak sanggup! Aku akan melakukan
apa pun demi dia yang penting dia bisa tersenyum kembali.
“Andre,
kenapa kau begitu peduli padaku?” tanyanya ingin tahu mengapa aku
peduli padanya. Aku sendiri juga tidak tahu kenapa aku harus peduli
kepada Shelly.
“Kita
sudah cukup lama saling mengenal, Shelly. Jadi, sudah sewajarnya jika
kita saling membantu.” Ucapku dengan hati-hati. Dia masih terdiam,
hanya senyum padaku. Dia berdiri dan mengajakku untuk pulang.
Kami
pulang bersama, kami menuju Retiro lagi. Tempat itu, tempat yang
indah bagi kami. Nuansa hening malam dengan alunan musik yang indah,
diwarnai bintang yang bersinar terang.
Terdengar
nyanyian itu lagi..
Cuando
sientes tristeza
Que
no puedas calmar
Cuando
hay un vacio
Que
no puedas llenar
Te
abrazare
Te
hare olvidar
Lo
quete hizo sufrir
No
vas a caer
Mientras
que estes junto a mi....
Kami
duduk di sebuah kursi taman menghadap kolam. Dan di samping kami ada
musisi-musisi yang sedang mengalunkan musiknya. Bioala, gitar dan
piano itu mengalun dengan mesranya. Membuatku terlena dengan suara
musik dan lagu itu.
“Kenapa
kau begitu peduli padaku?” Shelly mengulang pertanyaan yang belum
aku jawab dan membuatku gugup, tidak bisa berkonsentrasi.
“Karena
aku mencintaimu.” Ucapanku! Kalimatku!
Sejenak
kita berdua terdiam, terbungkus hembusan angin yang menyelimuti
kulit. Keramaian orang tak kita dengar lagi, hanya nyanyian lagu yang
terus terdengar. Aku melihat tatapan Shelly yang begitu bingung. Aku
melihat bibir Shelly yang bergerak ingin mengatakan sesuatu, tetapi
suaranya tercekat di tenggorokan. Aku kelepasan, harusnya aku tidak
mengatakan hal ini di saat Shelly seperti ini. Ini bukan momentum
yang baik.
“Hmm...
Shelly, maaf, maksudku bukan seperti itu,” aku bingung harus
berucap apa lagi.
“I...ya....
aku mengerti,” dia pun sama bingungnya denganku.
“Iya,”
hanya itu bisa keluar dari mulutku. Aku tidak bisa melanjutkan
kata-kata lagi. Dia menatapku dalam, dan aku tidak bisa mengendalikan
diriku lagi. Suasana dan iringan musik itu membawaku ke alam lain.
Membawaku ke rasa yang mengguncangkan hati dan jantungku.
“Shelly,”
ucapku seraya memegang jemari tangan kanannya. “Maaf, Shelly, tapi
aku memang benar-benar mencintaimu. Mungkin ini rasaku yang salah
terhadapmu. Tapi aku mencintaimu. Aku benar-benar mencintaimu.”
“Andre,
kau?” Shelly tak bisa melanjutkan kata-katanya.
“Aku
tahu, Shelly, aku bukan pilihan yang terbaik. Aku sadar, mendapatkan
wanita sepertimu adalah mimpi, hanya mimpi. Meskipun kau menolakku,
bagiku tidak masalah, yang penting aku sudah mengungkapkan semua isi
hatiku ini.”
“Andre,
aku....” ucapan Shelly terputus karena aku meletakan jariku di
bibirnya.
“Aku
tahu Shelly, ini gila. Ini rasaku yang gila.” Aku menatap matanya
tajam. Dia juga menatapku begitu dalam dan berkata, “Apa kau
benar-benar mencintaiku? Apa kau bisa menerima kekuranganku? Orang
lain tidak pernah mengerti kekuranganku. Mereka hanya melihatku dari
penampilanku saja. Mereka tidak pernah tahu isi hatiku, keadaanku,
jiwaku dan semuanya.”
“Apa
pun yang ada pada dirimu, aku akan menerima dengan senang hati,
Shelly.” Aku meyakinkan dia. Dia tersenyum dan menyetujui menjadi
sepasang kekasih.
“Aku
berjanji, aku tidak akan pernah mengecewakanmu. Aku akan berusaha
untuk membahagiakanmu, Shelly.” Itu janjiku kepada Shelly, sesuai
dengan lagu yang dinyanyikan oleh musisi yang berjudul Yo Te Voy Amar
(This Is Promise You). Aku sangat bahagia! Sungguh seperti mimpi
menjadi kekasihnya. Aku pun melihat senyum indah itu kembali mengukir
di bibir manisnya.
Post a Comment for "Romansa Cinta di Tanah España - Part 7"
Terima kasih telah membaca postingan pada blog saya. Silakan tinggalkan komentar, dimohon jangan menggunakan link hidup.
Terima kasih.
:) :)