Romansa Cinta di Tanah España - PART 9
Part sebelumnya...
Tanpa terasa, satu tahun telah berlalu.
Aku telah melewati hari-hari yang penuh siksa batin. Saatnya aku
mencoba menata kehidupan dan hatiku yang telah hancur luluh lantak
berkeping-keping. Aku mencoba mengais puing-puing hati yang telah
hancur. Aku mencoba bangkit dari sebuah kerapuhan. Aku mencoba
mengukir senyum yang tulus dari hati. Aku rindu senyumku sendiri. Aku
telah lama kehilangan senyuman itu. Namun, Tuhan berkata lain. Di
saat aku mulai mencoba untuk bangkit dari kerapuhan hati, mama
terkena sakit jantung. Dia dirawat di salah satu rumah sakit kota
Madrid.
Mama terkena serangan jantung, entah apa
yang membawanya menjadi sakit. Selama ini aku lihat hubungan orang
tuaku baik-baik saja. Tak pernah sedikit pun terdengar mereka
bertengkar. Paling-paling mereka hanya berbeda pendapat, buatku itu
adalah hal yang wajar. Orang tua pasti selalu ada selisih pendapat,
tapi mereka masih menyelesaikan masalahnya dengan baik. Lalu,
bagaimana dengan mama? Papa tidak pernah memarahinya, uang belanja
selalu cukup, bahkan lebih dari cukup. Apakah mama memikirkanku yang
selama ini bersedih karena kehilangan Shelly?
Empat hari sudah aku menemani mama di
rumah sakit. Dia masih terbaring lemas. Aku memegang jemarinya yang
mulai mengecil dan kering. Wajahnya pun terlihat sayu dan hilang
keseriannya.
“Ma, Mama pasti sembuh. Andre sudah
lama tidak melihat Mama tersenyum. Andre rindu, Ma,”
“Iya, Mama tahu, Mama akan sembuh,
karena Mama ingin sekali melihatmu tersenyum juga. Mama juga sudah
lama tidak melihatmu tersenyum,” katanya membuat rontok hatiku.
“Mama jangan bicara seperti itu. Andre
selalu tersenyum untuk Mama.” Kilahku.
Saat aku sedang mengobrol, dokter masuk
untuk memeriksa keadaan mama. Aku keluar dari ruang rawat. Aku duduk
di tempat ruang tunggu pasien. Tatapanku masih kosong. Banyak orang
yang berlalu lalang melewati koridor ini, tapi aku hanya melihat
tanaman hias yang ada di seberangnya. Tiba-tiba pandanganku ke
tanaman itu tertutup. Aku terkejut, langsung melihat apa yang telah
menutupi pandanganku. Ternyata ada seseorang yang berdiri di depanku.
“Kau? Mau apa kau ke sini?” tanyaku
pada orang yang di depanku.
“Maaf, Andre, aku mau jenguk mama
kamu,” ucapnya.
"Sudahlah, Shelly, jangan kembali ke kehidupan kami lagi. Asal kau tahu, mamaku sakit itu karena kau! Mamaku sudah menyayangimu seperti dia menyayangiku, tapi kau telah mengecewakan kami! Pergi dari hadapanku! Aku tidak ingin melihatmu lagi!” aku membentaknya.
"Sudahlah, Shelly, jangan kembali ke kehidupan kami lagi. Asal kau tahu, mamaku sakit itu karena kau! Mamaku sudah menyayangimu seperti dia menyayangiku, tapi kau telah mengecewakan kami! Pergi dari hadapanku! Aku tidak ingin melihatmu lagi!” aku membentaknya.
Perasaan benci itu sulit untuk
kuhilangkan. Benci dan cinta begitu rekat rasanya. Aku membencinya,
tapi ketika aku melukainya, hati ini pun ikut terluka.
Shelly terlihat terluka, matanya tidak
sanggup menahan apa yang kukatakan. Dia pergi, berlalu dari
hadapanku. Dan aku kembali ke ruang rawat mama.
“Andre, kamu dari mana?” tanya mama.
“Tidak ke mana-mana, Ma. Cuma
duduk-duduk saja di koridor dekat taman.” Aku mendekat dan duduk di
sebelah tempat ia berbaring.
“Kamu kenapa, Ndre? Di mana senyum itu?
Apa kamu tidak mau tersenyum untuk Mama?”
“Iya, ini Andre tersenyum, ni...” aku
memaksa diriku tersenyum meski sebenarnya tidak ingin, tapi aku ingin
menghibur orang tuaku.
“Ndre,”
“Iya, Ma.”
“Mama boleh minta sesuatu dari kamu?”
“Tentu saja, Ma. Apa saja yang Mama
minta, Andre pasti akan berikan untuk Mama.”
Mama yang sekarang memegang tanganku,
“Berjanjilah kamu akan menepatinya.”
“Iya.”
“Maafkanlah orang yang telah membuatmu
terluka, karena hanya dengan memaafkan, kamu akan kembali tersenyum
seperti dulu. Mama sangat rindu dengan senyummu yang dulu,”
“Maksud Mama?” aku berpura-pura tidak
tahu.
“Kamu masih marah pada Shelly?”
“Kenapa nama itu harus disebut, Ma?”
“Ndre, dengarkan Mama, jangan biarkan
hatimu itu penuh dengan kebencian. Selama kamu masih memiliki rasa
benci dengan Shelly, kamu tidak akan tenang. Kamu akan terus emosi
dan emosi, itu semua akan menyiksamu yang tanpa kamu sadari akan
membunuhmu perlahan. Lepaskanlah semua rasa benci, dendam dan amarah
itu, biar kamu bisa tenang.”
“Iya, Ndre, benar apa yang mama kamu
katakan.” Imbuh papaku.
“Iya, Andre berjanji.” Aku tidak ada
pilihan lain, meski aku belum sanggup untuk menerima kenyataan.
Paling tidak, aku sudah membuat mamaku tersenyum kembali.
Dan itu adalah senyuman terakhir dari
mama. Aku menjerit sekerasnya memanggilnya, papa memanggil dokter
untuk memacu jantungnya. Namun, takdinya sudah datang. Dia dipanggil
terlebih dulu oleh Sang Khalik.
Papa langsung lemas tak berdaya, dia
memegangi jantugnnya kemudian pingsan.
“Pa, bangun pa, dokter...! tolong papa
saya.” Perintahku untuk menyadarkan papaku.
“Maaf, Tn. Andre, Papa Anda juga sudah
meninggal dunia.”
Aku tidak percaya ini. Aku tetap tidak
percaya. Bagaimana orang-orang yang aku cintai pergi semua
meninggalkanku? Aku menjerit di ruangan itu seperti orang gila. Aku
belum bisa menerima semua ini. Aku tidak bisa! Bagaimana aku akan
menjalani kehidupan ini tanpa orang tuaku? Tapi, apakah ini contoh
dari wujud cinta sejati? Cinta orang tuaku begitu besar, hingga
mereka tidak bisa dipisahkan. Sehidup semati selalu bersama.
Dengan bantuan dari beberapa staf KBRI
aku mengurus surat-surat dan dokumen-dokumen penting lainnya untuk
pulang ke Indonesia. Aku memakamkan jenazah kedua orang tuaku di
Indonesia. Di tanah airlah kita akan kembali. Begitu juga denganku,
tidak ada niat untuk kembali ke Spanyol lagi. Aku kini kembali ke
Indonesia, meruntut jalan yang telah kutapak dan kudaki.
Petualanganku di Spanyol telah berakhir, membawa kenangan,
kehilangan, kesedihan, serta kehampaan. Aku membungkusnya menjadi
satu dalam wadah duka.
Apalah ini aku, hidup seorang diri dan
terlempar ke bejana yang penuh kepedihan dan penderitaan. Kapan ini
berakhir. Siksaan ini menggerogoti nuraniku. Hidupku terasa tiada
guna dan arti lagi. Aku ingin menyusul orang tuaku. Aku hidup untuk
siapa dan apa saat ini? Tiada hal penting dalam hidupku. Semuanya
telah hilang.
***
Seratus hari sudah kepergian orang tuaku.
Keluarga besarku selalu memberi semangat padaku. Mereka mengatakan
bahwa tidak baik terlarut dalam kepedihan. Aku mendengarkan nasehat
mereka. Aku mencoba melakukannya. Aku mencari kesibukan. Aku menata
kembali kamarku. Menyusun rak-rak buku. Menata ulang layout tempat
tidurku, dan mengisi penuh mejaku dengan beberapa buku serta koran.
Post a Comment for "Romansa Cinta di Tanah España - PART 9"
Terima kasih telah membaca postingan pada blog saya. Silakan tinggalkan komentar, dimohon jangan menggunakan link hidup.
Terima kasih.
:) :)