Sebenernya Aku 'Benci' Untuk Mengakuinya
Sejujurnya aku benci untuk mengakui hal ini. Tapi mau bagaimana lagi? Inilah kenyataannya, yang terkadang aku terheran-heran sendiri kenapa aku harus mengenal orang sepertimu. Bukan pacar, bukan kekasih, sekali lagi ini bukan kisah asmara, ini tentang sebuah cerita tentang kebersamaan, pengenalan tentang budaya, keyakinan yang berbeda dan sfiat.
Dimulai dari zaman putih abu-abu, aku 'masuk' ke ranah orang-orang 'gila'. Yang akhirnya ku mengenal mereka. Ada beberapa banyak di antara mereka yang saling bersapa hingga suatu hari, harus terputus komunikasi karena sesuatu dan lain hal. Tapi, ada satu yang tidak. Bahkan, aku sering berantem daripada bercanda. Iya, sepertinya sudah berlusin-lusinan kita sering berselisih pendapat, namun akhirnya tetap cooling down.
Hingga puncaknya di akhir 2014 (tidak perlu dijelaskan secara detail mengapa dan apa sebabnya), kita merasa di titik puncak keretakan yang tidak bisa dihindari. Anggap saja kau yang egois, meskipun diriku yang egois, melepaskan segala sesuatu yang telah lama terjalin (yang ini juga tidak perlu diejelaskan mengapa dan apa sebabnya aku egois :P). Mencoba mencari kehidupan baru, menyusuri lembah dan sungai berbatu. Berkali-kali terjatuh dan terseok pun kualami sendiri, menelan semua rasa kekecewaan dan segala emosi. Oh, ya, aku lupa, kadang aku menyapamu hanya untuk mengoceh yang tidak jelas, kadang juga hanya ingin menertawakanmu. Dan, kadang kau yang menertawakanku ketika aku sudah berceloteh banyak ini dan itu.
Baca juga : 6 CIRI WANITA YANG GAMPANG SELINGKUH
Kadang menyebalkan sekali dirimu, memang! Menyebalkan! Ketika aku sedang penat dan ingin mengadu, kau hanya berkomentar, “Apa kubilang? Kamu ga nurut kata-kataku. Rasakan akibatnya!”
Kalimat itu semacam kutukan, bagaimana tidak? Kalimat seperti itu sudah sering kali kau ucapkan ketika terjadi sesuatu yang sebelumnya pernah kau nasehatkan. Sebenarnya aku juga enggan menulis ini, bahkan 'benci', karena cerewetmu itu melebihi My Mom.
Tapi, aku tahu, semua itu dilakukan karena kau peduli padaku. Iya, kita berteman sudah sangat lama. Banyak sharing tentang ilmu, sosial, buaya darat, bahkan tentang politik pun kita pernah berdebat. Karena perbedaan kita juga saling mengenal, bagaimana menyikapi tentang rasa toleransi yang berbeda suku, ras, dan agama. Aku dapatkan semua itu darimu.
Baca juga: 7 Fakta Lain Tentang Ery Udya
Dan, lagi-lagi, aku harus mengakuinya, meskipun sebenarnya malas dan enggan untuk mengakuinya, bahwa kau teman terbaik. :)
Dan, satu lagi, kali ini aku benar-benar benci. Sudah bertahun-tahun lamanya, kau tidak pernah mengajarkan sedikitpun tentang bahasa daerahmu itu.
Thanks for everything, Kawan!
Dari jaman SLTA? Wah, lama sekali ya ;)
ReplyDelete#mengirangirausia
Ekwkekekek, jangan mengira usia saya, mbak, yg pasti udah banyak :v
DeleteBikin senyum ending post-nya. Juga punya sahabat yang dari SMA barengan, sampe sekarang, udah belasan tahun ^^
ReplyDeleteHehehe, iya, mbak ;)
DeleteBersahabat dari zaman putih abu-abu memang menyenangkan :)